"Atas nama Pemkot Surabaya kami mohon maaf sekiranya ada statement yang salah dari kami terkait penanganan pembongkaran cagar budaya di Jalan Mawar nomor 10," ujar Kepala Disbudpar Surabaya Wiwik Widayati kepada wartawa, Senin (9/5/2016).
Wiwik meminta maaf atas ucapan yang telah dilontarkan Kepala Seksi Sejarah, Museum, dan Cagar Budaya Disbudpar Surabaya Ahmad Miqdar kepada media. Saat itu Ahmad mengatakan bahwa pembongkaran rumah radio Bung Tomo tidak menjadi masalah karena Pemkot Surabaya telah meluluskan pengalihan kepemilikan lahan kepada pihak swasta yakni PT Jayanata.
Padahal sesuai aturan, kepemilikan lahan boleh saja berganti-ganti, tetapi bangunan yang merupakan cagar budaya tidan boleh dihancurkan. Wiwik beralasan bahwa komentar Ahmad merupakan komentar yang salah asumsi.
"Saat ditulis diasumsikan kami sudah tahu, ternyata kami baru tahu di hari berikutnya," kata Wiwik.
Wiwik tidak menampik bahwa pihaknya telah memberikan izin dalam kasus itu. Namun izin yang diberikan adalah izin renovasi dan bukan izin pembongkaran. Dan Wiwik membenarkan bahwa izin diberikan untuk Jayanata yang bangunannya berada persis di samping rumah radio Bung Tomo.
Wiwik mengaku bahwa izin diajukan oleh anak Pak Amin, selaku pemilik rumah pada 26 Februari 2016. Dan izin disetujui dan dikeluarkan pada 14 Maret 2016. Namun pada 3 Mei 2016, rumah bersejarah itu dirobohkan.
"Ternyata di lapangan melebihi renovasi. Itu jadi catatan kami di Pemkot (Surabaya) untuk sebaiknya berhati-hati ke depan," lanjut Wiwik.
Wiwik sendiri merasa kecolongan akibat perbuatan yang tidak sesuai izin tersebut. Padahal anak Pak Amin mengajukan izin renovasi dengan menyertakan sketsa rumah yang akan direnovasi sehingga pihaknya benar-benar percaya.
"Sketsanya adalah sketsa renovasi. Tetapi kalau akhirnya dibongkar, kami tidak tahu," tandas Wiwik. (iwd/fat)











































