Untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan, polisi dan TNI ikut berjaga selama proses pembongkaran makam. Selama proses pembongkaran, terlebih dulu ada fatwa MUI Lamongan didampingi Bakesbangpol Linmas, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan tim dari Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Lamongan.
Ketua Komisi Fatwa MUI Lamongan, KH Ali Mansur Arif mengatakan, pembongkaran makam ini dilakukan untuk menghindari pro kontra di masyarakat. Sebenarnya, makam ini adalah makam warga setempat yang bukan makam ulama besar atau syeh tapi diubah dan dibangun kembali oleh seorang warga Desa Sukobendu dan diberi nama makam Syekh Ahmad Hambali.
"Oleh yang memberi nama di sebut makam wali, padahal kebenaran wali atau tidak sesorang tidak bisa memutuskan," kata KH Ali Mansur Arif di lokasi, Selasa (4/5/2016).
Ali Mansur mengungkapkan, makam yang dibongkar itu bangunannya berdiri di atas makam warga dikelilingi tembok dan gapura menuju makam. Akibat pembangunan makam yang dianggap makam ulama besar ini, 20 lebih makam ditutup dan diganti dengan satu kuburan yang besar itu.
"Dengan pembongkaran ini, kita kembalikan status tanah seperti semula," terangnya.
Sementara 20 pekerja membongkar bangunan permanen dan bukan membongkar makam. Makam desa akan dikembalikan lagi sedia kala. Sementara, para pengikut jamaah Assinuwun yang mengklaim makam tersebut adalah makam ulama besar hanya menyaksikan dan tidak melakukan perlawanan proses pembongkaran makam tersebut. (fat/fat)











































