.webp)
Sebelum ada UNBK, Risma mengaku selalu gelisah dan tak bisa tidur. Kegelisahan itu dikarenakan pikirannya yang terlalu mengkhawatirkan distribusi dan adanya kemungkinan bocornya naskah soal UN.
"Dulu kalau sudah begini saya nggak bisa tidur. Saya selalu ngecek pengiriman soal, dan juga gemboknya. Saya monitor ke petugas di lapangan, gemboknya ada tiga. Satu dipegang pak Kapolres, satu dipegang Kepala Dinas Pendidikan, satu dipegang ketua pengawas," ujar Risma saat mendampingi Mendikbud Anies Baswedan sidak UNBK di SMA Hang Tuah I di Jalan Ikan Lumba-Lumba, Senin (4/4/2016).
Risma juga terus memantau pengiriman soal baik dari polres ke polsek, dan dari polsek ke sekolah. Pada saat itulah Risma selalu merasa tak tenang dan ketakutan. Risma selalu berpikir apakah naskah soal itu aman atau tidak.
"Kalau soal pendidikan sampai bocor, kan malu kita. Tidak hanya malu di Indonesia, tapi juga dunia," lanjut Risma.
Saat UNBK sudah diterapkan, Risma merasa lebih santai. Risma tak perlu melakukan pengecekan ketat seperti sebelumnya. Kekhwatiran pun mereda.
Risma yakin UNBK tak akan bocor.
"Pengacakan soal dengan komputer sangat mudah dilakukan, jadi tidak mungkin bisa bocor. Kalau satu daerah bocor daerah lain tidak bisa menggunakan karena pengacakan soal sehingga soalnya berbeda. Dan tidak ada lagi kunci bocoran," kata Risma.
Selain itu, kata Risma, ada banyak keuntungan dengan pengapikasian UNBK terhadap diri siswa. Siswa hanya menghabiskan 50 % persen waktunya untuk mengerjakan soal. Mengapa bisa lebih hemat?
"Sebelumnya waktu siswa terbuang karena menghitam-hitamkan jawaban," jelas Risma.
Dengan lebih banyak waktu yang dihemat, lanjut Risma, maka siswa bisa meneliti lagi soal yang sudah dikerjakannya. Dan siswa juga bisa merasa lebih tenang tanpa ada kekhawatiran apakah soalnya terbaca komputer atau tidak.
"Kalau sebelumnya kan ada keraguan, apakah jawaban yang telah dihitamkan dengan pensil bisa terbaca komputer atau tidak. Kalau sekarang tak perlu khawatir," tandas Risma.
(iwd/fat)
