Purnawirawan Tentara Demo, Tuntut Tanah yang Diserobot Dikembalikan

Purnawirawan Tentara Demo, Tuntut Tanah yang Diserobot Dikembalikan

Imam Wahyudiyanta - detikNews
Selasa, 15 Mar 2016 18:11 WIB
Foto: Imam Wahyudiyanta
Surabaya - Sengketa tanah 8,5 hektar di Lidah Kulon masih berlanjut. Sidang ketiga sengketa antara PT Ciputra Graha Prima (CGP) selaku penggugat dan purnawirawan TNI AL selaku tergugat memasuki sidang ketiga. Sidang kali ini mengagendakan penyerahan bukti-bukti dari para tergugat.

Sebelum sidang, sejumlah purnawirawan TNI AL dan keluarganya melakukan aksi unjuk rasa. Mereka menuntut PT CGP mengembalikan tanah mereka atau membayar tanah itu sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

"Sutoto Yakobus menyerobot tanah milik orang tua kami para purnawirawan TNI seluasa 8,5 hektar," ujar Sila Basuki, salah satu ahli waris kepada wartawan di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (15/3/2016).

Sutoto Yakobus yang dimaksud Sila adalah Dirut PT CGP. Sila mengatakan bahwa kasus itu berawal pada tahun 1963 saat 280 prajurit dan PNS TNI AL membeli tanah seluas 20 hektar di kawasan Dukuh Pakis. Pada 1976 para prajurit ingin membangun rumah di atas tanah itu.

Namun niat itu terkendala peraturan dari Pemkot Surabaya jika kawasan itu bukan untuk perumahan melainkan untuk kawasan industri dan pariwisata. Pemkot kemudian memberi tanah pengganti di dua lokasi yakni di kawasan Sidomulyo seluas 10 hektar dan Lidah Kulon seluas 8,5 hektar.

Untuk kawasan Sidomulyo tidak bermasalah. Yang menjadi masalah adalah tanah yang di kawasan Lidah Kulon. Pada 2001, Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Slamet Subiyanto membuat perjanjian pengalihan hak atas tanah itu kepada PT CGP. Yang mendapat perintah untuk tugas itu adalah Danlantamal V yang saat itu dijabat oleh Laksamana Pertama Gunadi. Padahal pejabat berwenang TNI AL saat itu sama sekali tidak mempunyai hak dan hanya sebagai koordinator untuk pengadaan tanah untuk anggota.

"Kami tidak diberi uang ganti rugi. Kami coba disogok dengan yang mereka namakan tali asih, padahal itu bukan uang mereka. Itu uang kami sendiri yang dikembalikan ke kami," lanjut Sila.

Saat itu, kata Sila, PT CGP hanya memberi uang senilai Rp 7,5 milar yang dibagi kepada 156 pemilik kavling tanah. Sehingga setiap pemilik kavling hanya mendapat Rp 40 juta. Perlakuan itu dinilai Sila sangat merugikan karena NJOP tanah di Lidah Kulon saat itu RP 3 juta.

"Kalau sekarang NJOP nya Rp 15 juta," kata Sila.

Karena itu Sila dan para purnawirawan menuntut agar PT CGP mengembalikan tanah mereka. Atau PT CGP membayar kembali tanah mereka sesuai NJOP. (fat/iwd)
Berita Terkait