Ibu korban, Titik Ariyani (51) mengatakan, Bayu ditahan Polres Mojokerto pada Juni 2015 atas kasus pencabulan anak di bawah umur. Saat itu, anak ke 2 dari 4 bersaudara ini mengeluh kepada dirinya bahwa dianiaya sesama tahanan.
"Saat itu dia telepon ke saya, dia bilang kalau dihajar oleh tahanan lainnya di Polres Mojokerto," kata Titik kepada wartawan di rumah duka.
Tak hanya itu, lanjut Titik, saat ditahan polisi, Bayu juga meminta untuk dikirimi uang Rp 1 juta. "Minta uang untuk anak-anak di tahanan, katanya untuk biaya konsumsi. Kalau tidak, dia diancam akan dihajar sampai mati," ungkapnya.
Namun menurut Titik, setelah dirinya mengkonfirmasi ke Sat Reskrim Polres Mojokerto, pihak polisi menyatakan tak ada permintaan uang tersebut. Hanya saja, diduga akibat dianiaya di dalam tahanan itu, Bayu mengeluh sakit di dadanya. Sakit itu kian parah saat Bayu dipindahkan ke Lapas Kelas IIB Mojokerto.
"Setelah dipukuli di tahanan Polres Mojokerto dia mengeluh sakit di dadanya. Selama 3 bulan terakhir dia mengeluh batuk parah. Sebelumnya dia tidak punya riwayat sakit seperti itu," ujarnya.
Puncaknya siang tadi saat Titik mengunjungi Bayu di Lapas Mojokerto. Saat bertemu ibunya, suami Yana Idawati itu batuk hingga muntah darah. Korban pun sempat mendapatkan perawatan di klinik lapas. Namun, kondisinya yang lemas membuat napi kasus pencabulan anak itu dirujuk ke RSUD Dr Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto.
"Dia muntah darah, kondisinya lemas kemudian dibawa ke rumah sakit. Namun, dalam perjalanan meninggal. Kemarin pagi dia telepon saya juga muntah darah. Namun, dia masih bisa tidur," cetusnya sembari meneteskan air mata.
Kendati begitu, Titik menolak jenazah korban untuk diautopsi. Dia mengaku merelakan kepergian Bayu.
"Saya cuma minta pengertiannya dari lapas. Kalau ada napi baru diminta bayar kamar, jangan seperti itu, orang susah belum tentu jahat, mereka belum tentu kaya, untuk kamar Rp 500 ribu, pindah kamar Rp 250 ribu," pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasi Pembinaan Lapas Kelas IIB Mojokerto Nur Bambang mengatakan, Bayu dititipkan ke lapas sejak berstatus tahanan mulai 13 Juli 2015. Dia divonis 7 tahun penjara oleh PN Mojokerto pada 25 Januari 2016 atas kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Pihaknya menegaskan selama di dalam lapas, Bayu tak pernah mengalami penganiayaan. Dia menduga korban tewas akibat sakit TBC yang sudah kronis.
"Tidak ada penganiayaan. Yang bersangkutan kita tengarai sakit TBC. Kami sudah kirim sampel dahaknya ke Puskesmas Gedongan, namun belum keluar hasilnya," tegasnya.
Sementara Dokter Lapas Drg Titisari menambahkan, Bayu sudah berulang kali mendapat perawatan di klinik lapas. Batuk berdahak selama lebih dari seminggu yang diderita korban menjadi indikasi kuat bahwa korban menderita TBC.
"Pemeriksaan kami tidak ada bekas luka memar atau bekas penganiayaan pada tubuh korban," tandasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini