"Sudah berulang kali saya katakan, ini bukan lokalisasi, ini tempat pembinaan penyandang tuna sosial termasuk tuna susila. Bukan tempat prostitusi," kata Ketua Yayasan Majapahit, Tegoeh Starianto kepada wartawan, Selasa (8/3/2016).
Tegoeh menjelaskan, Yayasan Majapahit didirikan oleh almarhum ayahnya, Soewono Blong 1969 silam. Yayasan ini membina para tuna wisma, tuna susila, serta penyandang persoalan sosial lainnya.
Pada awal berdirinya, Yayasan di Balong Cangkring ini menampung sekitar 300 WTS. Seiring berjalannya waktu, kini Lingkungan BC dihuni sekitar 700 keluarga. Jumlah WTS pun tersisa sekitar 60 orang.
"Bentuk pembinaan kami bermacam-macam. Ada jahit-menjahit, masak, membuat kue, pendidikan jasmani, mental spiritual. Selama ini Yayasan Majapahit secara mandiri dalam hal sumber dana dan sumber daya yang menyangkut instruktur kami," jelasnya.
Tegoeh pun menyayangkan wacana penertiban prostitusi yang digembar-gemborkan Pemkot Mojokerto. Wacana tersebut justru menimbulkan polemik di masyarakat. Seperti yang terjadi siang tadi, ratusan massa ormas Islam nyaris bentrok dengan warga Balong Cangkring.
Polemik yang berkembang juga membuat para WTS di Yayasan Majapahit ketakutan. Menurut Tegoeh sekitar 60 WTS memutuskan pulang ke rumah masing-masing.
"Sejak 8 Februari 2016, mereka (para WTS) sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Jadi sejak saat itu pembinaan sudah dihentikan," tandasnya.
Tegoeh mengaku beberapa hari yang lalu pihaknya sudah melayangkan surat ke Gubenur Jatim dan Walikota Mojokerto. "Saya sampaikan bahwa Yayasan Majapahit bukan tempat prostitusi, bukan lokalisasi," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini