Ridwan (57), sang kakek, menjelaskan, Mujekah (40) dan Sutiyeh (32), bapak-ibunya Nurul telah lama bercerai. Setelah berpisah, Nurul malah dititipkan pada sang kakek yang kehidupannya juga pas-pasan.
Di rumah sederhana milik sang kakek di Dusun Bicabbi Desa Larangan Luar, Kecamatan Larangan, Nurul harus meninggalkan dunia anak-anak. Seharian, Nurul hanya tergolek di ranjang tanpa kasur.
"Kalau hanya sekedar duduk, Nurul masih bisa. Namun jika berjalan, Nurul harus dipapah. Untuk keperluan mandi dan buang air, Nurul harus saya bantu," papar Ridwan, Sabtu (27/2/2016).
Menurut Ridwan, dua tahun lalu cucunya pernah dibawa ke Puskesmas Larangan. "Seingat saya, Agustus 2014 cucu saya dibawa ke puskesmas dan diperiksa oleh Dokter Swiandini Kumala. Oleh bu dokter, cucu saya dirujuk ke rumah sakit Pamekasan," tutur Ridwan.
Ridwan lalu mendampingi cucunya yang dirujuk ke RSU Pamekasan. Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan mendalam. Termasuk pemeriksaan CT Scan. Ujung cerita, cucu saya divonis dokter menderita tumor perut dan harus dioperasi ke RSU Dr Soetomo Surabaya.
"Para dokter di Pamekasan memberi surat rujukan dan selembar keterangan jika cucu saya bakal dioperasi tanpa dibebani biaya alias gratis. Sepulangnya ke kampung, saya beserta neneknya akhirnya memutuskan tidak mengantar Nurul ke rumah sakit di Surabaya. Kami tak memiliki biaya hidup selama perawatan Nurul di Surabaya," urai Ridwan.
Ridwan berharap ada dermawan yang bisa membantu biaya untuk kesembuhan Nurul. Biaya operasi di Surabaya bisa gratis, namun Ridwan membutuhkan biaya hidup di Surabaya selama perawatan Nurul berlangsung.
Ridwan menambahkan, selama dua tahun cucunya tergolek sakit, tak satupun pejabat di Pamekasan yang membantu meringankan penderitaan Nurul. Baik pejabat kecamatan, maupun wakil bupati dan bupati.
Lantas apa harapan Nurul. "Saya ingin meneruskan sekolah," ucapnya lirih sembari menarik nafas yang tersengal saata berbicara. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini