Mahasiswa Untag Banyuwangi Gelar Aksi 1.000 Koin untuk Preman Kampus

Mahasiswa Untag Banyuwangi Gelar Aksi 1.000 Koin untuk Preman Kampus

Putri Akmal - detikNews
Selasa, 23 Feb 2016 16:32 WIB
Foto: Putri Akmal
Banyuwangi - Puluhan mahasiswa tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Premanisme (AMAP) menggelar aksi "1000 Koin Untuk Preman Kampus" di tengah Kota Banyuwangi. Aksi ini merupakan bentuk sindiran keras bagi penguasa ilegal kampus yang menurunkan puluhan preman-preman di kawasan kampus Untag Banyuwangi.

Preman kampus itu sengaja dibayar pihak kampus yang kini dikuasai Waridjan, agar pemegang putusan SK KemenkumHAM Sugihartoyo tidak menduduki kampus merah putih tersebut.

"Kami tidak rela jika uang yang kami bayar untuk pendidikan dan kesejahteraan dosen malah dipakai untuk bayar preman. Ini aksi damai kami sebagai bentuk sindiran dan kelegawaan kami. Biarkan uang sumbangan ini saja yang diapakai bayar preman, jangan uang mahasiswa," kata Korlap AMAP, Wahyu Prasetyawan saat melakukan aksi di Simpang Lima Banyuwangi, Selasa (23/2/2016).

Aksi ini juga dinilai sebagai bentuk teguran pada penguasa ilegal di kampus Untag Banyuwangi. Sebab menurut Wahyu, seharusnya pihak kampus bisa memberikan perilaku dan contoh yang baik bagi mahasiswa. Namun sayangnya lembaga yang seharusnya jadi kawasan transfer pendidikan kini diciderai konflik Perpenas yang berujung pada penguasaan preman bayaran.

"Kami menyayangkan adanya konflik ini sampai preman-preman masuk ke dalam lembaga pendidikan kami. Ini tidak pantas dilakukan oleh orang yang mengaku berpendidikan," imbuhnya.

Selama aksi berlangsung, relawan-relawan kampus ini berdandan ala badut sambil membawa poster bertuliskan: "1000 koin untuk rektor bayar preman". Mereka tak segan membawa kardus cokelat dan meminta sumbangan pada pengguna jalan yang melintas di kawasan Simpang Lima.

Seluruh perwakilan mahasiswa secara tegas meminta pada Waridjan sebagai pihak penguasa kampus yang kini tak mau lengser dan tidak mengakui putusan SK KemenkumHAM untuk legowo dan taat azas. Pasalnya jika konflik Perpenas tak segera usai maka yang akan jadi korban tak lain adalah anak didik di bawah naungan Perpenas. Pasalnya, mereka mengaku tak sedikit dari mahasiswa yang telah mendapat intimidasi dari pihak penguasa kampus dan dinilai menggangu kegiatan belajar mengajar.

"Harapan kami, kita semua harus berpihak pada yang taat azas hukum. SK KemenkumHam adalah produk negara yang harus ditaati. Kami merasa terganggu karena tidak semestinya preman masuk kampus. Karena mereka tak hanya menjaga tapi juga menghadang pemegang SK KemenkumHAM untuk lakukan tugas. Mahasiswa yang berpihak dari salah satu kubu juga di intimidasi. Ini mengganggu," pungkasnya. (fat/fat)
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.