Sebelum menjadi pelawak yang tergabung dalam Tri AS bersama Rolin dan Ndemo pemilik nama lengkap FX Ratno Wiyantono hanya juru pembukuan farmasi di Rumah Sakit Darmo.
"Setelah lulus SMAN 4 Surabaya saya kerja di situ yang kemudian oleh almarhum bapak saya disuruh melamar sebagai PNS di Departemen Penerangan," katanya kepada detikcom, Jumat (22/1/2016).
Saat itu, anak pertama dari 3 bersaudara pasangan (alm) Soepangkat-Maria Rosinah ini menolak dan tidak mendatangi ujian PNS Departemen Penerangan.
"Saat itu saya masih mempunyai ego anak muda. Karena saat itu kecintaan saya terhadap musik sangat besar," ujar Cak Ratno yang memilih alat musik drum untuk kecintaan terhadap musik.
Setahun kemudian, Ratno mengamini perintah sang ayah untuk mengabdi ke negara sebagai PNS dan diterima.
"Saat tes, ada pertunjukan musik. Dan pemain drum-nya sepertinya terlambat datang. Kebetulan, saya sedang mukul-mukul menggunakan pena dan pensil. Lalu oleh panitia dipanggil dan ditanya apa bisa main drum, saya pun jawab bisa," ujar Ratno sambil tertawa cekikikan khasnya.
Pria kelahiran 7 Juni 1959 itu pun diterima dan ditempatkan di seksi penerangan masyarakat (Penmas) bagian staf sub seksi pertunjukan rakyat. Menurutnya, pemerintahan saat itu mempunyai cara unik untuk melakukan sosialisasi program pemerintah yakni melalui siaran radio tapi bersifat menghibur seperti melawak.
"Ada salah satu program yakni siaran radio di RRI dan Radio Gelora Surabaya (RGS). Karena cara saya ngomongnya ceplas ceplos, kemudian terbentuklah kelompok lawak Tri AS yang misinya Asa, Asi dan Asu karena menyampaikan program pemerintah melalui lawak," ungkapnya.
Singkat cerita, Tri AS menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Jawa Timur karena banyolan banyolan semi konsep. "Bahkan, pelawak dan pembawa acara Priyo Aljabar ketika itu, tiap kali kita manggung selalu berada di barisan terdepan untuk melihat penampilan kita," lanjut Ratno menambahkan tambahan penghasilan dari melawak sangat menggiurkan sambil tersipu.
Sayang nama besar Tri AS tidak bisa dipertahankan, lambat laun muali tak bertaring dan puncaknya saat pemerintahan Presiden Abdurahman Wachid alias Gus Dur membubarkan Departeman Penerangan.
Akibatnya, pentolan Tri AS Rolin ditarik ke Pemprov Jatim sehingga jarang berkumpul dan tidak ada jadwal manggung. Sedangkan Ratno sendiri ditempatkan di Bagian Humas Pemkot Surabaya.
Karir PNS sebagai fotografer di humas pun dijalani bapak dua anak ini hingga kini. "Kalaupun sekarang disuruh melawak sudah lupa. Apalagi pasangan saya sudah terlebih dulu dipanggil Yang Kuasa. Tapi saat ini saya sangat menikmati karir saya," pungkas dia. (ze/fat)