Bahkan 1 pasien anak meninggal dunia, yakni Aldo usia 4 tahun, warga Desa Ngeboh, Kecamatan Tangunggunung, Kabupaten Tulunggagung.
"Saat dibawa ke rumah sakit, kondisinya Aldo sudah kritis, meski pihak rumah sakit telah melakukan perawatan yang maksimal, namun nyawanya tak tertolong," kata dr Herlin Kristanti, dokter anak RSUD Dr Iskak Tulungagung, Kamis ( 14/1/2016).
Peningkatkan pasien demam berdarah ini, dipicu perubahan musim, dari musim kemarau ke musim hujan. Selain juga kurang pedulinya masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, sehingga populasi nyamuk aedes aegypti penyebab penyakit demam berdarah semakin banyak.
"Pengetahuan orang tua yang belum faham terhadap gejala demam berdarah yang menyerang anaknya, juga ikut memicu keterlambatan penanganan, sehingga sampai di rumah sakit kondisinya sudah kritis," tambah dr Herlin, saat memeriksa 4 pasien anak yang baru masuk rumah sakit.
Penderita DB yang masih dirawat di ruang perawatan anak rata-rata kondisinya lemah. Mereka harus mendapat cairan infus untuk mempertahankan kondisi tubuhnya. Orang tua pasien mengaku tidak mengetahui jika anaknya terkena demam berdarah.
"Awalnya anak saya mengeluh mual, pusing dan muntah muntah, setelah saya rawat selama dua hari di rumah, kondisinya semakin memburuk. Saya bawa ke rumah sakit, ternyata kena demam berdarah," jelas Kamsiah, orang tua pasien saat menungu anaknya dirawat di ruang perawatan anak RSUD Dr Iskak Tulungagung.
Di kabupaten Tulungagung sendiri, tercatat ada 75 desa endemis demam berdarah dari 271 Desa/Kelurahan yang tersebar di beberapa kecamatan, yang selama 3 tahun berturut-turut mengalami wabah demam berdarah.
Selain serangan demam berdarah, wilayah Kabupaten Tulungagung, sejak awal Januari 2016 hingga pertengahan bulan ini, ratusan warga di dua desa yakni Desa Tunggangri, di Kecamatan Kali Dawir dan Desa Moyoketen, Kecamatan Boyolangu, juga terserang penyakit chikungunya. (fat/fat)