Mereka mengacung acungkan cangkul tinggi sebagai simbol penolakan terhadap segala bentuk pertambangan, terutama galian C. Menurut mereka, pertambangan justru berdampak negatif terhadap lingkungan khusunya pertanian serta juga berpotensi besar menimbulkan konflik.
"Kami menyerukan agar pertambangan di Jember ditutup. Banyak lingkungan terutama pertanian yang rusak akibat pertambangan. Pertambangan juga dapat menimbulkan bencana alam yang tidak ada satupun warga menginginkannya," kata Koordinator Aksi, Angga, kepada sejumlah media.
Pihaknya telah melakukan observasi di beberapa titik pertambangan di Kabupaten Jember. Hasilnya, dibandingkan manfaat, pertambangan khususnya jenis galian C banyak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.
"Salah satunya pertambangan di Desa Paseban Kecamatan Kencong. Bukan tidak mungkin kasus Salim Kancil (pembunuhan aktivis lingkungan) bisa terjadi di Jember, jika pertambangan tetap dibiarkan," tegasnya.
Angga bersama rekannya juga menyerukan dukungan moral kepada keluarga Salim Kancil. Tokoh masyarakat itu tewas akibat dikeroyok belasan orang penambang, karena menolak pertambangan di Desa Selok Awar Awar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang beberapa bulan yang lalu.
"Beliau adalah pejuang lingkungan. Kami sangat respect kepada Salim Kancil. Kami menginginkan agar gerakan penolak tambang ini bisa meluas tidak hanya di Jember tetapi juga di wilayah lain," ujarnya.
Aksi unjuk rasa tersebut menyuguhkan aksi teatrikal. Beberapa orang petani membawa karung berisi gabah yang gagal panen akibat pertambangan. Selanjutnya, petani dengan membawa cangkul mendatangi para mafia tambang yang terdiri dari pengusaha dan pemerintah.
Mereka mengamuk sambil mengangkat cangkul tinggi – tinggi. Hingga berujung pada drama pertumpahan darah. Aksi tersebut usai sekitar pukul 11.00 WIB. (bdh/bdh)











































