Kapolres Mojokerto, AKBP Budhi Herdi Susianto menjelaskan, SE Kapolri tentang ujaran kebencian di medsos berlaku umum. Termasuk juga dalam ranah Pilkada yang lebih spesifik disebut kampanye hitam (black campaign). Menurutnya, SE tersebut semakin meneguhkan anggotanya untuk tak segan menindak siapapun pelaku kampanye hitam yang merugikan salah satu paslon peserta Pilkada.
Namun demikian, lanjut Budhi, kasus kampanye hitam maupun pencemaran nama baik melalui medsos bersifat delik aduan. Pihak berwenang baru bisa menindak pemilik akun setelah menerima laporan dari pihak paslon yang merasa dirugikan.
Jika mengacu pada Pasal 69 UU RI No 8 Tahun 2015 Tentang Pilkada dan Pasal 66 PKPU No 7 Tahun 2015 Tentang Kampanye Pilkada, pelaku kampanye hitam yang dapat dikenai sanksi pidana hanya paslon, tim sukses, tim kampanye, serta petugas kampanye yang didaftarkan ke KPUD. Itu pun Panwaslu yang memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran tersebut.
"Apabila nanti ada kaitannya dengan Pilkada, maka akan kami komunikasikan dengan Panwas. Karena UU Pilkada bersifat khusus (azas lex specialis)," kata Budhi kepada wartawan, Jumat (6/11/2015).
Lantas bagaimana jika pelaku kampanye hitam di medsos bukan dari unsur tersebut?
"Jika nanti pelaku penghinaan terhadap paslon adalah perorangan di luar peserta Pilkada dan tim suksesnya, maka kita jerat dengan pidana umum. Meski konteksnya Pilkada, bukan berarti meniadakan yang umum. Misalnya ada pencemaran nama baik melalui media elektronik, maka kita jerat dengan UU ITE," ujarnya.
Adanya SE tersebut disambut baik paslon peserta Pilkada Mojokerto. Pasalnya, maraknya kampanye hitam di medsos menjelang hari pemilihan 9 Desember nanti dirasa mengganggu elektabilitas para cabup-cawabup. Dilain sisi, upaya untuk menindak pemilik akun kandas setelah tahu akun tersebut ternyata disamarkan identitas pemiliknya.
"Kalau di medsos, akun-akun yang tidak jelas itu menjadi tugas Polri untuk menelusuri. Dengan adanya SE ini kami malah senang. Kami berharap sekali peran kepolisian untuk ikut mengawasi medsos," kata Ketua tim sukses paslon Mustofa Kamal Pasa-Pungkasiadi (MKP-Ipung), Mohammad Santoso.
Santoso mengklaim sebagai pihak yang paling sering mendapat serangan kampanye hitam. Baik melalui medsos, maupun dari mulut ke mulut. Namun, pihaknya enggan menempuh jalur hukum meski mengetahui pelaku penyebar kampanye hitam.
"Kami tak mau menghukum atau memenjarakan orang hanya karena Pilkada," tandasnya.
Lain halnya dengan tim sukses paslon Choirun Nisa-Arifudinsjah (Nisa-Syah). Meski mengaku belum pernah mendapat serangan kampanye hitam, pesaing berat pasangan MKP-Ipung ini bakal memilih menempuh jalur hukum jika dicecar melalui medsos.
"Kalau memang dari penegak hukum seperti itu, ya kami akan menempuh jalur hukum apabila mendapat serangan kampanye hitam," ujar ketua tim sukses Nisa-Syah, Heri Ermawan.
Seperti diketahui, MKP dan Nisa menjadi pasangan Bupati dan Wabup Mojokerto periode 2010-2015 setelah terpilih dalam Pilkada 2010. Pada Pilkada 2015, keduanya memilih pecah kongsi.
MKP yang berlatarbelakang pengusaha, kembali maju memilih berpasangan dengan seorang pengusaha tebu, Pungkasiadi. Paslon nomor urut 2 ini diusung 7 parpol Koalisi Purbantara. Yakni, Partai Golkar, NasDem, Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan PDIP.
Sementara Nisa memilih berpasangan dengan eks politisi dari DPD Partai Golkar Jatim, Arifudinsjah. Paslon nomor urut 1 ini diusung 4 parpol Koalisi Sabara. Yakni, PPP, Hanura, PBB, dan PKB. Selain kedua paslon tersebut, Pilkada Mojokerto juga diramaikan paslon independen, Misnan Gatot-Rahma Shofiana. (bdh/bdh)











































