Keboan Aliyan, Tradisi Warga Banyuwangi Agar Panen Berlimpah

Keboan Aliyan, Tradisi Warga Banyuwangi Agar Panen Berlimpah

Ardian Fanani - detikNews
Minggu, 18 Okt 2015 17:02 WIB
Foto: Ardian Fanani
Surabaya - Warga Desa Alian, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, mendadak kesurupan massal, Minggu (18/10/2015). Mereka bertingkah laku seperti layaknya kerbau. Selalu meronta-ronta liar saat melihat ada kubangan air. Sanak keluarga mendampingi sambari membasuh lumpur di wajah para orang yang kesurupan.

Banyaknya warga yang kesurupan, sekejab jalanan desa berubah menjadi lautan manusia. Ya, itulah salah satu prosesi tradisi adat 'Keboan' yang digelar warga setempat setiap Tahun Baru Islam 1 Muharram atau Syuro.

Menurut Suyit, tokoh masyarakat Desa Alian, tradisi 'Keboan' juga dilaksanakan untuk mengawali musim bercocok tanam. Harapannya, agar diberi keselamatan dan hasil panen melimpah selama setahun kedepan.

"Untuk tolak bala dan tanaman warga dijauhkan dari hama dan penyakit," katanya kepada detikcom, Minggu (18/10/2015).

Adat masyarakat yang kental dengan nuansa mistis ini diawali dengan selamatan di sepanjang jalan desa.

Setiap kepala keluarga menyiapkan tumpeng dan dimakan bersama-sama setelah dipanjatkan doa oleh sesepuh adat setempat. Tak berselang lama, satu persatu warga 'terpilih', tiba-tiba kesurupan 'ruh kerbau' yang merupakan binatang paling setia dalam membantu petani dalam bercocok tanam.

Diceritakan, tradisi 'Keboan' adalah warisan nenek moyang warga Suku Using setempat. Berawal dari datangnya wabah penyakit yang menyerang lahan pertanian hingga bertahun-tahun.

Mbah Wongso Kenongo, sesepuh warga kala itu, langsung meminta petunjuk kepada Sang Pencipta. Dalam pertapaan tersebut, ia mendapat wangsit agar anaknya, Joko Pekik, ikut bermeditasi.

Kejadian aneh pun terjadi, Joko Pekik mendadak berperilaku seperti kerbau. Dia berguling- guling di area pesawahan.

Ajaibnya, seluruh hama penyakit yang menyerang persawahan warga menghilang. Dari situ tradisi 'Keboan' terus berlangsung turun menurun sebagai wujud pengharapan hasil panen yang melimpah.

"Meski jaman sudah modern, tradisi 'Keboan' hingga kini tetap digelar dengan tujuan untuk melestarikan warisan nenek moyang," imbuh Sigit Purnomo, Kepala Desa setempat.

Ritual keboan ini diawali dengan kenduri desa yang digelar sehari sebelumnya. Warga bergotong royong mendirikan sejumlah gapura dari janur yang digantungi hasil bumi di sepanjang jalan desa sebagai perlambang kesuburan dan kesejahteraan.

Esok paginya, warga pun menggelar selamatan di empat penjuru desa, yang dilanjutkan dengan ider bumi. Para petani yang didandani kerbau lalu berkeliling desa mengikuti empat penjuru mata angin.

Saat berkeliling desa inilah, para 'kerbau' itu melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.

"Keboan sejak lama telah menjadi bagian dari hidup dan kehidupan masyarakat lokal Banyuwangi. Kerbau bukan ternak pada umumnya yang dikonsumsi dagingnya. Tapi kerbau adalah mitra petani untuk menggarap sawah dan berupaya mendapatkan kemakmuran," tutur Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menghadiri Festival Kebo-keboan di Balai Desa Aliyan.

Anas menambahkan akan berkomitmen terus berupaya menjaga tradisi yang berkembang dalam masyarakat.

"Tradisi semacam ini tak boleh lekang dengan perkembangan jaman. Selain sebagai warisan budaya leluhur kita, ini juga sebagai salah satu cara warga desa bisa guyub, warga bisa saling gotong royong," kata Anas.

Di Desa Aliyan sendiri terdapat dua dusun yang secara turun temurun mempertahankan tradisi Kebo-keboan. Yakni di Dusun Aliyan dan Dusun Sukodono. Meski proses ritualnya sama dan digelar pada hari yang sama, namun kedua dusun ini tidak bisa melakukan prosesi secara bersamaan. Sebab jika kebo-keboan di dua desa ini saling bertemu maka akan saling serang.
  (ugik/ugik)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.