Pencarian dilakukan dengan alat seadanya. Sebelum peristiwa naas terjadi, putra kedua dari pasangan Misyati dan Sahroni ini sempat bermain futsal bersama teman-teman dan kakak kandungnya, Rio Firmansyah (12).
Kepada Misyati, Rio menceritakan selepas bermain futsal di lapangan area pembuangan limbah PT PKBR sekitar pukul 17.00 wib, secara tiba-tiba Bagus terlihat berjalan ke arah utara menuju kolam pembuangan limbah. Suasana petang menjelang maghrib memaksa Rio terus berteriak memanggil adiknya berulang kali agar menjauh dari pinggiran kolam limbah. Namun sang adik yang masih duduk di bangku kelas 4 SD itu terus berjalan tak menggubris teriakan lantang Rio.
Karena panik dan takut terjadi sesuatu dengan adiknya, Rio bergegas memanggil kawan-kawannya agar mau menemaninya mendekat ke lokasi. Namun selang beberapa menit kemudian, Rio yang kembali bersama temannya malah kaget karena ia tak lagi melihat keberadaan adik lelakinya. Dengan menangis dipenuhi perasaan khawatir, Rio lari pulang ke rumah dan bercerita pada ibunya.
"Saya tanyai waktu pulang, mana adikmu? Dia bilang hilang. Saya tanya lagi, hilang dimana? Baru dia cerita kalau terakhir lihat adiknya berdiri di pinggiran kolam limbah pabrik. Langsung saya cari ke kolam sudah tidak kelihatan apa-apa di sana," jelas ibu korban saat ditemui wartawan di rumahnya, Minggu (12/9/2015) dini hari.
Informasi yang dihimpun, jarak rumah korban dengan kolam pembuangan limbah pabrik kertas hanya sekitar 300 meter. Sehari-harinya tak sulit bagi masyarakat terutama warga sekitar masuk ke zona berbahaya pembuangan limbah pabrik PT PKBR.
Kawasan ini makin ramai dipenuhi anak-anak saat sore hari lantaran sekitar 50 meter dari areal kolam pembuangan limbah itu terdapat lapangan futsal. Namun sayang saat peristiwa naas itu terjadi, pos satpam yang ada di kawasan berbahaya itu lengang tanpa pengamanan petugas.
"Tadi sore waktu kejadian itu gak ada pak satpamnya," celetuk salah satu teman korban yang tak mau namanya disebut.
Hingga kini keluarga korban dengan dibantu sejumlah petugas kepolisian dari Polsek Banyuwangi kota sedang berupaya mencari keberadaan korban. Untuk mempermudah evakuasi, kolam pembuangan limbah penuh lumpur bercampur racun kimia sedalam 7 meter lebih itu dikuras.
Namun sayangnya, sejumlah wartawan yang berusaha masuk ke lokasi kolam pembuangan limbah tersebut diusir oleh satpam PT. PKBR dan tidak diperbolehkan melakukan tugas peliputan. Kawasan yang biasanya mudah dilalui warga itu mendadak tertutup bagi umum. Petugas jaga yang saat itu bertugas menyerukan hanya aparat yang diperbolehkan masuki areal pembuangan limbah. Sejumlah polisi dan beberapa warga yang berada di lokasi juga belum mau memberikan keterangan.
"Cuma polisi dan TNI yang boleh masuk ke dalam. Perempuan dan wartawan tidak boleh masuk, tidak boleh liputan," hardik satpam pabrik kepada wartawan.
Basuki, salah satu kerabat korban yang diperbolehkan masuk ke lokasi kejadian mengaku kecewa dengan sikap lamban petugas jaga PT PKBR. Menurutnya, pasca kejadian nahas itu petugas jaga tidak tanggap mematikan kincir air kolam pembuangan limbah. Selain itu pihak keamanan panrik dianggap lalai, lantaran di sekitar kolam limbah tidak ada penjagaan. Alhasil petugas jaga hanya memperlihatkan sikap panik setelah peristiwa malang itu terjadi.
"Tidak ada penjagaan sebelumnya, padahal kejadian anak tenggelam di kolam limbah itu sudah terjadi lebih dari satu kali. Penjaga juga tidak tanggap, masak kincir airnya tidak segera dimatikan. Kalau sudah kejadian begini baru mereka bingung," ujar Basuki.
(fat/fat)