Nasib Memprihatinkan Seorang Relawan yang Mengabdi Tanpa Gaji

Nasib Memprihatinkan Seorang Relawan yang Mengabdi Tanpa Gaji

Enggran Eko Budianto - detikNews
Sabtu, 12 Sep 2015 11:00 WIB
Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto - Panggilan hati. Itulah sepenggal kalimat yang terucap dari mulut Zaenal (58) tentang alasannya memilih menjadi relawan kemanusiaan. Pemilik nama asli Achmad Zaenuri ini rela setiap saat bergelut dengan mayat dan korban kecelakaan lalu lintas yang bagi banyak orang suatu hal yang mengerikan.

Seperti sebutannya, 'Relawan', dia rela bekerja tanpa gaji sepeser pun. Padahal, kehidupan pria asal Kelurahan/Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto ini jauh dari kata mapan.

Lima tahun sudah dia mengabdikan diri menjadi relawan. Selama itu pula, duda beranak dua ini tak punya tempat tinggal. Warung Es Degan dari kayu di bantaran rel kereta api di Kelurahan Prajurit Kulon menjadi satu-satunya tempat dia berteduh dan mencari nafkah.

"Saya jadi relawan karena jiwa saya suka menolong. Saya tidak ngurusi gaji, saya hanya bangga menjadi relawan karena bisa menolong orang," kata Zaenal ditemui detikcom di warung es degan miliknya, Sabtu (13/9/2015).

Gayung pun bersambut. Berawal dari kegemarannya menggunakan handy talky (HT), membuat Zaenal menerima tawaran dari salah seorang anggota pemadam kebakaran di Mojokerto tahun 2010 silam. Sejak saat itu, pria bertubuh mungil ini memutuskan mengabdikan dirinya sebagai relawan.

"Saya pas duduk di warung sate di depan Polres Kota Mojokerto sambil bawa HT, ditawari pak Sungkono jadi relawan. Karena sesuai hati saya, langsung saya terima tawaran itu," ujarnya.

Sejak saat itu, wajah Zaenal selalu terlihat dalam setiap peristiwa kecelakaan lalu lintas, kebakaran, hingga penemuan mayat di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto. Tak peduli siang yang panas dan tengah malam yang dingin, suami almarhum Siti Ayuni ini setiap saat hadir untuk membantu pihak kepolisian mengevakuasi korban.

Tak pelak, pekerjaan tanpa upah yang dia geluti selama 5 tahun itu membuatnya tak pernah lepas dari HT. Yups, radio komunikasi itu menjadi andalan Zaenal untuk mendapatkan informasi kecelakaan lalu lintas, kebakaran, dan penemuan mayat.

"Saat terjadi kecelakaan, saya pantau lewat HT. Kalau ada korbannya, saya langsung berangkat membantu evakuasi korban ke rumah sakit. Begitu juga kalau ada penemuan mayat, saya juga membantu evakuasi ke rumah sakit," tuturnya.

Bergelut dengan bau tak sedap mayat, dan kondisi mengerikan korban kecelakaan sudah menjadi santapan sehari-hari Zaenal. Motor Honda Supra X setia menemaninya menuju tempat kejadian meski sampai ke lereng gunung sekalipun, seperti kecelakaan yang kerap terjadi di wilayah Kecamatan Pacet dan Trawas. Menurut dia, perasaan iba terhadap korban mengalahkan segala hambatan untuk menuju ke tempat kejadian.

Namun, kerja keras Zaenal berbanding terbalik dengan kondisi kehidupannya yang tak pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dia tak punya rumah untuk sekedar melepas lelah setelah menjalankan tugasnya itu. Sebuah warung Es Degan di tepi rel kereta api Prajurit Kulon Gang IV menjadi satu-satunya tempat Zaenal untuk berteduh.

Sekitar 20 tahun lamanya Zaenal tinggal di bangunan yang menempati tanah PT KAI itu. Kondisinya jauh dari kata layak. Bangunan berlantai tanah itu terlihat berantakan disana-sini. Kamar 1x2 meter di dalam warung menjadi tempat tidurnya. Bangunan dari kayu berukuran 8x8 meter itu juga menjadi tempatnya mencari nafkah dengan menjual Es Degan.

Maklum saja, meski berstatus duda, Zaenal harus menafkahi dua putri angkatnya, Rosa (20) dan Lita (19) yang sejak bayi dia rawat. Namun, setiap saat dia harus rela kehilangan gubuknya jika PT KAI melakukan penertiban. Pasalnya, warung yang dia tempati sampai saat ini tak mengantongi izin atau bangunan liar.

"Untuk kebutuhan sehari-hari ya dari jualan es degan ini. Kadang dikasih uang seikhlasnya oleh para polisi. Namun, saya tidak berharap digaji. Saya senang menjadi relawan, hanya untuk bekal akhirat," ungkapnya.

Kesenangan dan kebanggaan Zaenal menjadi relawan, membuat dia tetap gigih menjalani hidup yang serba pas-pasan itu. Anak ke 2 dari 8 bersaudara pasangan almarhum Arjan dan Siti Roisah ini bahkan bertekat menjadi relawan seumur hidup.

"Saya tidak memgharap apa-apa. Saya akan tetap menjadi relawan sampai akhir hayat," pungkasnya.

Meski sudah 5 tahun mengabdi menjadi relawan, nama Zaenal baru mendapat pengakuan pada Maret 2015. Namanya kini tercatat sebagai anggota Tim Rescue PMI Kabupaten Mojokerto. Sayangnya hal itu tak lebih dari sekedar pengakuan sebab dia tetap tak mendapatkan gaji. (fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.