"Kita contohkan saja aset kelurahan. Bagaimana pengelolaannya tidak jelas, jika memang disewakan mana bukti kerjasamanya," ujar Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Kota Malang Sulik Sulistyowati kepada detikcom di DPRD Jalan Tugu, Selasa (31/3/2015).
Sulik mengungkapkan, Pemerintah Kota Malang seakan memilih diam atas penyalahgunaan aset, meskipun hal itu bisa mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
"Karena dikelola orang-orang tertentu. Eksekutif diam saja," ungkap Ketua Komisi A DPRD Kota Malang ini.
Dalam Rancanangan Perda (Raperda) diusulkan Fraksi Demokrat menjelaskan adanya inventarisasi aset daerah, bagaimana sistem pengelolaan jika melibatkan pihak ketiga.
Karena banyak aset berupa bangunan maupun tanah disalahgunakan untuk kepentingan oknum tertentu.
"Seperti Ramayana berdiri di atas aset daerah, tidak pernah membayar, karena habis untuk biaya operasional katanya. Itu yang keliru, karena belum adanya perda," tegasnya.
Menurut dia, Raperda Aset sudah melalui pansus dan kini mandek sebelum masuk badan legislatif. Pihaknya mendesak agar perda tersebut segera disahkan, sebelum Pemkot Malang kehilangan aset yang dimiliki.
"Tinggal disahkan, tapi beberapa pihak seperti mengulur. Tahun ini harus segera disahkan," tandasnya.
Ditambahkan, dalam raperda itu jelas menginventarisir dan mengatur aset yang harus dilindungi, fasilitas umum dan sosial. "Saat ini eksekutif lebih disibukkan urusan pajak, tapi melupakan asetnya," imbuhnya.
Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Pemkot Malang Sapto Hartono menampik adanya kebocoran dalam sistem sewa atau pengelolaan aset. Karena, hasil penyewaan setahun ini mengalami kenaikan cukup signifikan.
"Tahun kemarin dan tahun ini, mencapai Rp 500 juta dari Rp 150 juta," tegasnya dikonfirmasi terpisah.
Dia juga mendukung terbitnya Perda Aset yang akan mengontrol secara ketat inventarisir dan pengelolaannya. "Saya setuju Perda Aset segera disetujui, karena dulu disebut retribusi sekarang sewa bangunan maupun tanah yang nilainya berbeda-beda," ungkapnya.
(fat/fat)