Memasuki areal makam Putri Campa yang berlokasi di Dusun Unggahan, Desa/Kecamatan Trowulan, Mojokerto, pengunjung disambut sebuah lorong yang menghubungkan pintu masuk dengan pemakaman. Terdapat pendopo kecil di sisi kiri lorong yang menjadi tempat menginap para tamu, serta 5 buah kamar mandi yang letaknya berdampingan dengan pendopo.
Menyusuri lorong lebih dalam, terdapat 11 makam di sisi selatan yang dinaungi pendopo kecil. Diantara 11 makam itu, terdapat dua makam yang dinaungi payung. Menurut juru kunci makam Putri Campa Hartono (34), makam tersebut adalah makam Singo Barong dan Macan Putih. Keduanya konon adalah panglima perang kerajaan Majapahit pada zaman Raja Damar Wulan.
Sedangkan 6 makam lainnya adalah makam para dayang (pelayan kerajaan) Majapahit. Selain itu, di sisi kanan dan kiri lorong menuju bangunan utama makam Putri Campa, terdapat puluhan makam kuno yang tidak diketahui identitasnya. Puluhan makam ini, nampak ditumbuhi rerumputan dengan batu nisan yang sudah lapuk.
Sebuah banguna kecil berukuran 2 meter persegi dengan pintu yang tertutup rapat terselip di areal makam keramat ini. Tempat ini adalah Sanggar Pamujan yang biasa digunakan para tamu untuk bersemedi memohon berkah.
Memasuki bangunan utama, yakni sebuah pendopo dengan ukuran sekitar 8 x 16 meter, terdapat dua buah makam besar. Makam yang dinaungi pendopo kayu kecil berhiaskan bendera merah putih berukuran 3 x 4 meter ini adalah makam Putri Campa.
Sedangkan makam disebelahnya yang berukuran 2 x 4 meter merupakan makam Abdi Kinasih. Konon dia adalah orang terdekat Putri Campa semasa hidupnya.
Menurut Hartono, Putri Campa adalah permaisuri ke lima dari raja Damar Wulan alias Bhre Kerta Bhumi. Di batu nisan makam tersebut, tertulis tahun 1390 Saka. Angka itu menunjukkan tahun kematian Putri bernama asli Dewi Kianwhie tersebut. Sedangkan Damar Wulan sendiri merupakan raja ke 14 Majapahit atau Raja Brawijaya V.
"Dinamakan Putri Campa karena bersal dari daerah Campa, Kaboja. Putri Campa ini beragama Islam. Dari pernikahannya dengan Brawijaya V, melahirkan Raden Fatah yang kemudian menjadi Raja Demak," kata Hartono kepada detikcom, Minggu (29/3/2015).
Hartono menambahkan, peziarah makam Putri Campa biasa datang dari berbagai daerah di tanah air. Bahkan ada pula peziarah dari luar negeri yang mengakui putri Campa sebagai nenek moyang mereka. "Ada juga tamu dari Malaysia dan Jepang. Tujuan mereka ziarah ke makam Putri Campa," imbuhnya.
Banyak juga pengunjung yang menggelar ritual di makam putri yang konon berparas cantik jelita ini. Menurut Hartono, sebagian besar pengunjung menggelar ritual agar naik jabatan dan melancarkan bisnis. "Kalau ingin naik pangkat atau bisnisnya ingin lancar, biasanya menggelar acara tumpengan dan dilanjutkan dengan bersemedi di Sanggar Pamujan," jelasnya.
Masih menurut Hartono, kisah sukses tamu-tamu yang pernah menjalani ritual di makam Putri Campa bukan kisah isapan jempol semata. Itu terbukti dari bangunan yang ada saat ini sebagian besar merupakan sumbangan dari para tamu yang sukses. "Toilet dibangun oleh anggota DPRD Jatim setelah terpilih. Kalau bos salah satu TV nasional membangun pendopo yang menaungi makam Putri Campa dan Abdi Kinasih," ungkapnya.
Sementara itu, warga Dusun Unggahan sendiri sampai saat ini masih sering menggelar ritual selamatan di makam putri Campa. Terutama saat akan menggelar hajatan Nikahan maupun khitanan. Seperti yang dilakukan Harto (38), warga setempat. Harto yang akan mengkhitankan putranya, Fatih (13), membawa sebuah tumpeng ke makam Putri Campa.
Dengan mengundang beberapa tetangganya, Harto menggelar doa bersama di makam tersebut. Setelah didoakan, tumpeng tersebut dibagikan ke tetangganya yang mengikuti acara tumpengan. "Meminta berkah dari nenek moyang biar diberikan keselamatan, panjang umur dan banyak rizki," kata Harto.
(bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini