Selain khawatir tidak ada pembeli di lokasi baru, ratusan pedagang burung dan unggas di pasar yang berada di ujung Jalan Diponegoro, Surabaya, ini ingin mempertahankan sejarah bahwa Pasar Burung Kupang menjadi ikon Kota Pahlawan karena keberadaannya turun menurun sejak zaman perang.
"Pernah ada rencana akan dipindah ke daerah dekat markas Kodam Brawijaya. Tapi kita nggak mau," kata salah satu pedagang di Pasar Burung Kupang yang enggan disebutkan namanya, Jumat (27/3/2015).
Pasar Burung Kupang ini memang masih kental nilai-nilai tradisionalnya. Mereka berjualan di tepi jalan dan tanggul sungai. Pasar ini memang tidak dikelola Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya, BUMD milik Pemkot Surabaya.
Jika akhir pekan atau hari libur, ratusan pemburu burung dan unggas pun tumplek blek. Imbasnya gangguan lalu lintas tak bisa diabaikan. Di pasar legendaris ini juga tidak ada paguyuban pedagang. Meski demikian, para pedagang yang mendirikan stan di tanggul sungai ini komitmen siap merobohkan bangunan stannya ketika, pemerintah kota melakukan pengerukan sungai.
"Kalau sungainya dibersihkan, stan-stan ini dibongkar sendiri. Kalau sudah selesai bersih-bersih sungai, mereka bangun lagi dengan biaya sendiri," tuturnya.
Beberapa kali Satpol PP melakukan penertiban namun tetap saja para pedagang tak pernah jera. Merekapun berusaha mengatur sendiri agar
tertib.
"Kalau di sini (Jalan Kembang Kuning) nggak mengganggu, karena jarang di lintasi, cuma orang kampung (Banyuurip). Kalau di Jalan Diponegoro serng diobrak sama Satpol," tutur seorang pedagang burung, sebut saja Paidi.
Yang diharapkan dari pedagang Pasar Burung Kupang baik yang ada di Jalan Diponegoro dan Jalan Kembang Kuning adalah tetap bertahan. "Yang penting bisa berjualan, tidak ada obrakan," tandasnya.
(roi/fat)