Polda Jatim Bongkar Penyalahgunaan Pupuk Subsidi

Polda Jatim Bongkar Penyalahgunaan Pupuk Subsidi

- detikNews
Kamis, 05 Feb 2015 16:28 WIB
Surabaya - Unit I Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur membongkar penyalahgunaan pupuk subsidi sebanyak 60 ton.

"Subdit IV Tipiter Unit I Kehutanan menangkap tersangka tindak pidana penimbunan dan penyalahgunaan pupuk bersubsidi pemerintah," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono saat jumpa pers bersama Wadireskrimsus AKBP Anom Wibowo dan Kasubdit Tipiter AKBP Maruli Siahaan di mapolda, Jalan A Yani, Surabaya, Kamis (5/2/2015).

Dari informasi masyarakat tentang kelangkaan pupuk di wilayah Wajak, Malang. Agustus 2014 lalu, petugas melakukan penyelidikan terhadap distribusi pupuk bersubsidi pemerintah dan barang dalam pengawasan, menemukan adanya pupuk bersubsidi pemerintah jenis ZA dan petrogonik diduga kuat tidak sesuai peruntukkannya yang berada di gudang pupuk milik SR (Satir).

Saat ditanyakan mengenai dokumen bahwa, pupuk bersubsidi di gudang Satir sebanyak 480 sak (karung) pupuk ZA, 200 sak pupuk Pterogonik ini tidak sesuai dengan rencanan defenitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) pupub bersubsidi Tahun 2014.

"Modus operandinya, tersangka dengan sengaja melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan tebu seluas 140 hektar. Padahal maksimal luas lahan pertanina yang mendapatkan subsidi adalah 2 hektar," tuturnya.

Aksi yang dilakukan Satir ini diperkirakan sudah rutin sejak Tahun 1990. Satir (47) warga Wajak, Malang, mengajukan pupuk ke salah satu pabrik gula di Malang dan beralasan sebagai Ketua Kelompok Tani.

"Semuanya fiktif. Yang bersangkutan menyewa tanah masyarakat untuk dijadikan kebun tebu sampai 140 hektar. Padahal sesuai aturan Permentan, petani mendapatkan subsidi maksimal lahannya 2 hektar," terangnya.

AKBP Maruli Siahaan Kasubdit Tipiter menambahkan, kelompok tani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi harus melalui prosedur seperti mendapatkan izin dari kepala desa sampai Dinas Pertanian.

"Setelah kita cek semuanya, dia bukan ketua kelompok tani. Tidak memiliki izin usaha perkebunan dari pejabat berwewenang," jelasnya.

Akibat perbuatannya, Satir dijerat Undang-Undang Darurat No 7 Tahun 1955 jo Pasal 17 ayat (1) dan ayat (5) jo Pasal 46 ayat (1) UU RI No 18 2004 tentang Perkebunan.

Ancaman hukumannya penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

"Berkasnya sudah P-21 tinggal pelimpahan tahap 2. Kasus ini juga masih kita kembangkan," tandas Maruli.

(roi/bdh)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.