Pengunjung bisa menyaksikan segala penjuru pemukiman warga dari ketinggian 15 meter, serasa sang raja yang melihat kerajaannya. Menurut sejumlah sumber, candi ini dibangun pada akhir abad 10 pada masa Kerajaan Airlangga.
Candi ini dibangun dari batu bata merah di atas lahan seluas 62x24 meter dengan luas bangunan 20x17 meter. Candi ini berbentuk segi empat bertingkat semakin mengecil terdiri dari empat lantai.
Konon candi ini dibangun sebagai tugu peringatan atas keberhasilan panen setelah sebelumnya masyarakat belum mengenal pola bercocok tanam. Secara bersamaan candi ini dibangun sebagai penghormatan kepada seorang tokoh yang berhasil membangun sistem pertanian di masyarakat sekitar bernama Nyi Sri Gati. Singkatnya, candi ini melambangkan kesuburan.
Nama candi ini berasal dari cerita penduduk sekitar yakni 'Gunung'. Diambil dari keberadaan bangunan di masa lampau yang dilingkupi gunung, sedangkan kata 'Gangsir' berarti menggali lubang di bawah permukaan tanah.
Menurut penuturan penduduk nama ini muncul ketika pada suatu saat ada seseorang yang berusaha menggangsir atau menggali gunung untuk mencuri benda-benda berharga di dalam bangunan candi.
Candi ini baru saja dipugar karena sebelumnya mengaami kerusakan di beberapa bagiannya. Saat ini bentuk candi sudah nyaris sempurna dan indah. Candi yang berdiri megah diantara pemukiman penduduk ini setaip hari dikunjungi wisatawan. Para wisatawan sengaja datang untuk melihat-lihat maupun untuk kepentingan studi.
"Saya kesini untuk penelitian untuk mata pelajaran sejarah, dapat tugas dari sekolah," kata Firman, siswa kelas II SMAN 2 Pasuruan di lokasi, Sabtu (17/1/2015).
Seorang pengunjung lain, Ida, mengatakan sengaja datang sekedar untuk melihat-lihat candi. "Saya suka main ke candi," jelasnya.
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini