Memori kelam ini salah satunya dituturkan Pendeta GSJPDI Eben Haezer, Rudi Sanusi Wijaya. Menurutnya, sebelum bom meledak pada malam tanggal 24 Desember 2000 itu, Misa Natal berjalan lancar. Ratusan jemaat beribadah dengan khidmat. Tak ada tanda-tanda tragedi berdarah ulah para teroris itu bakal mengguncang gereja yang dibangun tahun 1964 ini.
Sekitar pukul 20.00 Wib, lanjut Pendeta Rudi, ketenangan jemaat mulai terusik saat sebuah tas kecil ditemukan di bawah salah satu bangku jemaat. Karena dikira tas milik jemaat yang tertinggal, pengurus gereja pun menyerahkan kepada dirinya. Dia tak mengira kalau tas tersebut berisi bom yang siap meledak.
"Saat itu Misa Natal sudah selesai, para jemaat mulai meninggalkan gereja. Saya buka tas tersebut untuk mencari identitas pemiliknya. Ternyata tidak ada apa-apa selain bungkusan kado," ungkap Rudi kepada wartawan sembari menujukkan lokasi penemuan tas berisi bom di GSJPDI Eben Haezer, Rabu (24/12/2014).
Merasa curiga, Rudi menuturkan, dia meminta pengurus gereja untuk menyerahkan kepada polisi yang berjaga di depan gereja. Lantaran sedang sibuk memberikan bingkisan kepada petugas kemanan, pengurus gereja meninggalkan tas berisi bom itu di dalam gereja.
Tanpa diduga, bom lainnya meledak di depan GSJPDI Eben Haezer. Bom yang dikemas dalam kantong plastik hitam itu ditemukan polisi di bawah telepon umum yang terletak di seberang jalan depan gereja. Tepatnya di pojok kanan percetakan foto kilat Kartini. Polisi menghalau para jemaat untuk menjauhi lokasi.
"Saat dibuka oleh polisi, ternyata isinya ada rangkaian kabel. Nah, oleh Mas Riyanto bom itu dimasukkan ke dalam saluran air di depan rumah Dokter Gunawan. Dipikirnya bom itu seperti mercon jika dimasukkan ke dalam lubang saluran air dengan harapan supaya tidak meledak. Namun, bom itu meledak di dalam saluran air," ucapnya.
Akibat ledakan bom itu, Riyanto terlempar sekitar 30 meter. Tubuh anggota Banser ini melayang melewati gereja Eben Haezer dan mendarat di belakang rumah warga. Dahsatnya ledakan, membuat jenazah Riyanto sulit dikenali. Tragedi berdarah tak berhintu di situ.
"Setelah ledakan pertama, pengurus gereja teringat ada tas mencurigakan di dalam. Olehnya, tas itu dibawa keluar dan diletakkan di tengah jalan. Bom kedua pun meledak, namun pengurus gereja sudah berlari masuk ke dalam," tuturnya.
Sementara pemilik Toko Kartini, Sulikin menuturkan, akibat ledakan 2 bom itu, bagian depan toko miliknya rusak parah. Genting dan pintu tak lagi pada posisinya. Pagar rumah dokter Gunawan ambruk. Tak hanya itu, bahu kiri pria kelahiran 70 tahun silam ini terluka setelah terkena serpihan bom ke dua.
"Toko saya saat itu masih buka. Mendengar ledakan pertama saya langsung keluar toko. Tak lama kemudian, bom di dalam tas kecil warna hitam meledak di tengah jalan, tepat di depan toko saya," tuturnya.
Sebagai salah satu korban, Sulikin mengaku trauma. Dia berharap, polisi memperketat penjagaan Misa Natal tahun ini agar tragedi serupa tak lagi terulang. "Semoga tidak lagi terulang," pungkasnya.
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini