Ironisnya, hingga saat ini, belum ada uluran tangan baik pengobatan dan biaya dari pemerintah daerah setempat. Saat ditemui di rumah orang tuanya, Jumat (5/12/2014), di Desa Gambongan, Kecamatan Gedeg, Mojokerto, Fadil terlihat lemah. Bocah kecil ini terus menangis di gendongan ibunya meminta untuk ditidurkan.
Tubuh putra pertama pasangan Tri Prastinah Wiyati (34) dan Hari (36) ini terlihat kurus. "Bu ayo turu (Ibu ayo tidur), ini sakit," rintih Fadil sembari menunjuk tumor pada mata kanannya yang menyerupai sarang tawon itu.
Menurut ibunda Fadil, kelainan yang diderita putranya itu diketahui sejak Bulan April lalu. Saat itu, retina mata kanan Fadil mengalami perubahan menyerupai mata kucing. Khawatir dengan kondisi anaknya, Tri memeriksakannya ke salah satu rumah sakit mata di Surabaya.
"Oleh dokter divonis kena tumor mata ganas, harus segera dioperasi," ucap Tri.
Lagi-lagi biaya menjadi penyebabnya. Kondisi ekonomi keluarganya yang serba pas-pasan, membuat Tri dan suaminya tak mampu membawa Fadil ke meja operasi. Untuk mengangkat tumor ganas itu, dirinya harus menyediakan uang Rp 60 juta. Penghasilan suaminya sebagai buruh pabrik kayu di Gresik jelas tak cukup untuk menutup biaya itu.
"Saya dan Fadil tidak mendapat Jamkesmas maupun Jamkesda, kami tidak punya biaya untuk operasi mengangkat tumor anak saya," ungkap Tri sembari meneteskan air mata.
Keterbatasan biaya tak lantas membuat Tri pasrah. Bersama suaminya, ibu dua anak ini membawa Fadil ke beberapa pengobatan alternatif. Namun, usahanya tak kunjung membuahkan hasil.
"Sudah kami bawa ke lima tempat pengobatan alternatif, namun tidak ada perubahan, tumor tetap semakin membesar," tuturnya.
Kini tumor ganas telah menutupi separoh wajah Fadil. Menurut Tri, setiap hari keluar darah segar dari ujung tumor yang menyerupai sarang tawon ini. Untuk tidur, Fadil hanya bisa miring ke kanan. Tubuhnya kian kurus lantaran sebagian mulutnya yang tertutup tumor, terasa sakit saat digunakan untuk mengunyah makanan.
"Keluar darah sekali kadang 3 kali setiap hari, dan juga keluar lendir. Kalau tidur tidak bisa miring ke kiri. Selalu mengeluh sakit di kening dan kepala atasnya," ujarnya.
Ironisnya, kondisi Fadil yang kian memperihatinkan, tidak pernah mendapatkan uluran tangan dari pemerintah Desa, Kecamatan, maupun Pemkab Mojokerto. Rumahnya yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari Kantor Desa Gembongan, tak membuat perangkat desa peduli. Mereka seakan tutup mata melihat nasib warganya itu.
"Puskesmas pernah ke sini, namun hanya mendata saja. Pak Kepala Dusun Gembong pernah ke rumah, kerana masih saudara, itupun tidak memberi saran apa-apa. Saya sendiri kesulitan mengurus keringanan dari desa, karena Fadil tidak bisa ditinggal," ucapnya.
Tri berharap, pemerintah memberikan bantuan untuk biaya operasi anaknya. "Harapan kami, pemerintah membantu untuk biaya operasi mengangkat tumor anak saya. Kasihan Fadil, setiap hari kesakitan," pungkasnya.
(iwd/iwd)