Syuroan, Puluhan Orang di Mojokerto Ritual Mandi Kembang

Syuroan, Puluhan Orang di Mojokerto Ritual Mandi Kembang

- detikNews
Jumat, 31 Okt 2014 13:00 WIB
Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto - Sebanyak 58 orang dari berbagai daerah di Jawa Timur mengikuti prosesi Ruwat Agung Nuswantara Majapahit tahun 1948 Saka di Pendopo Agung Trowulan, Desa Ngelinguk, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jumat (31/10/2014).

Prosesi ruwatan massal pada bulan Syuro yang dianggap bulan suci pada kalender Jawa ini dilakukan dengan mandi kembang dan memotong rambut. Ritual sakral ini dalam kebudayaan Jawa dipercaya mampu menghilangkan nasib sial dan mendatangkan keberuntungan.

Menurut Sukadi, panitia Ruwat Agung Nuswantara, ritual ruwatan ini dalam kebudayaan jawa dipercaya mampu menghapuskan segala macam Sukerta atau nasib sial pada diri manusia. Dalam ruwat sukerta ini, setiap peserta diwajibkan menjalani ritual mandi kembang, potong rambut, dan sasrahan atau penyerahan persembahan kepada dalang wayang kulit yang memimpin ruwatan.

"Ruwat Sukerta ini untuk menurut kepercayaan dalam kebudayaan jawa dianggap mampu menghilangkan kesialan dan mendatang keberuntungan," ucap Sukardi kepada detikcom di lokasi ruwatan.

Sukadi menuturkan, air kembang yang digunakan untuk ritual ruwatan ini tidak sembarangan. Air diambil dari 7 mata air di situs purbakalan peninggalan zaman Majapahit, yakni Petirtaan Siti Inggil, Hayam Wuruk, Tribuwana Tungga Dewi, Makam Panjang, Putri Campa, Sumur Sakti Gajah Mada, dan mata air dari Sumur Upas di Desa Sentonorejo, Trowulan.

Begitu pula bunga yang digunakan untuk ritual mandi kembang. Menurut sesepuh Yayasan Among Tani Majapahit ini, ritual mandi kembang menggunakan Bunga Setaman, yakni bunga berbau wangi yang dipetik di taman sekitar Pendopo Agung Trowulan.

Pria yang akrab disapa Ki Wongso ini menuturkan, ritual ini dipimpin seorang Dalang Sukerta. Sebelum memimpin ritual mandi kembang, malam sebelumnya, sang dalang melakukan ritual meditasi.

"Mandi kembang ini untuk melunturkan segala kesialan yang melekat pada tubuh peserta, menggunakan kembang yang berbau harum karena dengan bau harum ini dipercaya akan merasuk ke rohani setiap peserta sehingga memudahkan untuk menyingkirkan nasib sial dan keberuntungan mudah menghampiri," tuturnya.

Sebelum menjalani ritual mandi kembang, setiap peserta diwajibkan memakai sehelai kain putih yang dibalutkan ke tubuh mereka. Menurut Sukadi, kain putih nan bersih ini dipercaya mampu menyerap segala sukerta yang luntur dari jiwa setiap peserta.

Usai menjalani ritual mandi kembang secara bergiliran, setiap peserta membersihkan diri di kamar mandi Pendopo Agung. Setelah itu, kain putih, pakaian yang dipakai peserta, dan rambut setiap peserta dikumpulkan untuk dihanyutkan bersama di Sungai Brantas.

"Setelah mandi kembang, setiap peserta wajib dipotong sedikit rambutnya, karena dalam prosesi ruwatan diwajibkan mengambil bagian tubuh tertentu sebagai simbol atas kesialan yang dihilangkan dari diri peserta, nah, rambut ini yang paling mungkin diambil untuk dilarung (dihanyutkan) ke sungai yang mengalir ke laut," paparnya.

Usai menjalani ritual mandi kembang, Sukadi menambahkan, prosesi ruwatan dilanjutkan dengan ritual sasrahan. Dalam ritual ini, peserta secara simbolis menyerahkan Tebu Wulung dan tunas kelapa ke Dalag Sukerta yang juga dalang wayang kulit yang memimpin prosesi ruwatan.

"Tebu Wulung adalah tebu berwarna cokelat sebanyak 4 batang sebagai simbol bahwa peserta dengan rasa ikhlas menyerahkan dirinya untuk diruwat, sedangkan 21 butir tunas kelapa sebagai simbol bahwa setelah diruwat pada diri setiap peserta akan tumbuh kebaikan, keberuntungan," imbuhnya.

Sementara Sulami (33), salah seorang peserta asal Mojoagung, Jombang mengaku percaya dengan mengikuti ruwatan massal ini akan dijauhkan dari segala mara bahaya dan nasib sial. Dia mengajak serta dua putrinya dengan harapan usai mengikuti ritual ini, kehidupan keluarganya diberikan kelancaran rizki.

"Saya percaya dengan ritual ini supaya dujauhkan dari segala mara bahaya dan kesialan, serta dimudahkan dalam mencari rizki," ungkapnya.

Ritual ruwatan kali ini diikuti 58 peserta, terdiri dari anak-anak, wanita dan pria dewasa. Peserta tak hanya datang dari Mojokerto, namun juga dari sejumlah kota di Jawa Timur. Bahkan sejumlah peserta datang dari Bali, dan sejumlah kota di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit. Dalang Sukerta menyajikan cerita 'Betara Kala' yang isinya perang antara kebaikan dengan keburukan. Prosesi ruwatan diakhiri dengan tasyakuran rebutan tumpeng yang disediakan oleh panitia.

(fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.