.webp)
Rangkaian acara dimulai dengan pawai budaya yang dikuti ratusan peserta yang menampilkan berbagai atraksi dan kostum tradisional. Arak-arakan pawai sepanjang 2 kilo meter tersebut berakhir di pendopo Ranu Grati.
Setelah sampai di pendopo Ranu Grati, dua orang peserta pawai yang memperankan pasangan pengantin kemudian naik ke perahu naga bersama sesepuh Ranu Grati dan beberapa tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Perahu tersebut juga membawa sebuah tumpeng serta seekor ayam dan bebek berwarna putih yang akan dilarung di tengah ranu seluas 198 hektar. Perahu kemudian beranjak ke titik larung sesaji yang berjarak 700 meter dari dermaga.
Sampai di titik yang ditentukan, seorang sesepuh Ranu Grati, Sodin (82) kemudian memipin ritual larung. Usai membaca mantra, sang sesepuh kemudian melarung tumpeng kemudian di susul dengan ayam dan bebek.
Ritual larung diakhiri dengan doa-doa memohon keselamatan. Doa keselamatan merupakan inti dari ritual agar para pengunjung ranu dan warga sekitar mendapat keselamatan.
"Ritual ini dulu berasal dari selamatan desa untuk minta hujan saat kekeringan, orang dulu kan Islamnya belum kuat jadi meminta dengan cara itu. Belakangan ritual ini dilakukan semata-mata untuk melestarikan budaya," kata Nizaar, Kades Ranu Klindungan, Kecamatan Grati di lokasi, Sabtu (25/2014).
Yuslimu panitia acara mengatakan, rangkaian acara tersebut dilakukan untuk mengangkat objek wisata Ranu Grati. "Ini untuk melestarikan budaya dan menarik wisatawan," jelasnya.
Larung sesaji ini menyedot perhatian ratusan warga. Mereka memadati seluruh sisi ranu untuk melihat ritual.
(bdh/bdh)
