Pengembangan laboratorium tersebut akan diawali dengan memperluas lahan di sekitar laboratorium menjadi 390 meter persegi. Kemudian akan dibangun sebuah laborarorium penyakit pes dengan fasilitas lengkap.
"Konsepnya adalah bagaimana laboratorium yang bisa digunakan untuk mengamati penyakit-penyakit apa saja yang bisa menyerang binatang, maupun penyakit binatang yang dapat menular dan membahayakan manusia. Terutama penyakit yang disebabkan oleh tikus yakni pes, atau penyakit yang bisa menyerang tikus dan menular pada manusia," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Untung Suseno Sutarjo, saat berkunjung ke Pendopo Nyawiji Ngesti Wenganing Gusti Pemkab Pasuruan, Kamis (9/10/2014).
Untung mengatakan Pemkab Pasuruan hanya menjadi fasilitator, dalam artian menyediakan lahan. Sedangkan untuk pembangunan laboratorium yang representatif seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. "Ini akan kita jadikan sebagai tempat pembelajaran semua orang se-Asia," imbuhnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan, Loembini Pedjati Lajoeng mengaatkan Laboratorium Zoonosis yang akan dikembangkan tersebut pernah menjadi pusat pengamatan terhadap 200 warga Wonosari, Tutur yang terserang penyakit pes sekitar tahun 1987. Para staf laboratorium waktu itu kewalahan menyelidiki banyaknya warga yang terserang pes yang menewaskan 23 warga.
"Saat itu penyakit pes ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa. Beberapa tahun setelahnya sampai saat ini tidak ada lagi kasus pes di Tutur maupun daerah lain," kata Loembini.
Pemkab dan Kemenkes sudah menandatangani berita acara serah terima hibah aset tanah dan bangunan laboratorium yang akan dikembangkan menjadi Pusat Diklat dan Studi Tikus. Aset tersebut awalnya milik Kemenkes yang dihibahkan kepada Pemkab Pasuruan saat reformasi.
(bdh/bdh)