Padahal seharusnya, mulai Jumat (1/8/2014) hingga saat ini digelar ritual Seblang Olehsari. Ritual yang dilakukan sebagai rasa syukur dan dipercaya menolak mara bahaya serta penyakit ini, dilakukan perempuan muda yang kesurupan menari-nari dengan diiringi gamelan dan gending Banyuwangi selama 7 hari berturut-turut. Namun lantaran tak kunjung kesurupan, kegiatan ritual tersebut berhenti dan tidak dilanjutkan lagi.
"Mahluk halus yang ingin masuk ke penari Seblang masih belum bisa. hingga akhirnya panitia masih menunda hingga sampai batas yang belum ditentukan," kata Ketua Panitia Ritual Adat Seblang Olehsari, Ansori (50) kepada wartawan, Jumat (7/8/2014).
Ansori mengaku ritual seblang ini tidak bisa ditentukan tanggalnya. Namun hanya bisa ditentukan harinya yakni Senin atau Jumat.
Menurut Dista Andiyan, (33) tokoh masyarakat Desa Olehsari penyebab tidak kerasukannya penari Seblang, kata Dista, diduga lantaran berbagai macam masalah. Salah satunya biasanya sebelum seblang, 15 hari sebelumnya ada warga yang kesurupan. Warga yang kesurupan kemudian menunjuk salah satu generasi penari Seblang dan waktu pelaksanaan ritual Seblang.
"Ini tidak ada sama sekali warga yang kesurupan. Sehingga panitia berinisiatif memilih penari dan menentukan waktu ritual. Mungkin ruh-nya tidak mau," pungkasnya.
Pendapat lain diungkapkan budayawan Banyuwangi dan pengamat Seblang, Eko Budi Setianto. Dia menjelaskan tidak kesurupannya penari seblang harus dicari permasalahannya. Dirinya menyadari bahwa kehidupan di dunia ini tidak hanya dihuni oleh manusia saja. Namun juga ada mahluk lain yang turut serta dalam alam semesta ini.
"Ritual Seblang ini sebenarnya silaturahmi antar dimensi antara manusia dengan alam, alam bisa jadi adalah mahluk halus. Ini dimungkinkan adanya komunikasi yang terputus. Kalau ngambek gini bagaimana?," ujarnya kepada detikcom.
Menurutnya, manusia yakni warga Olehsari harus instropeksi diri jika ingin kembali melestarikan peninggalan leluhur ini.
"Manusia tidak boleh egois. Mungkin saja ada permintaan yang tidak diberikan. Misal poro bungkil (Hasil tani) yang dipajang di panggung tidak lengkap membuat roh halus tidak mau merasuki penari. Atau mungkin adanya perselisihan antar watga yang membuat mereka enggan lagi bersilaturahmi dengan warga," tandasnya.
(fat/fat)