Beginilah Kehidupan Pasukan Kuning di Kota Surabaya

Beginilah Kehidupan Pasukan Kuning di Kota Surabaya

- detikNews
Jumat, 06 Jun 2014 13:19 WIB
Foto: Rois Jajeli
Surabaya - Kebersihan Kota Surabaya tak luput dari peran serta pasukan kuning, yang setiap pagi hingga sore hari membersihkan sampah-sampah di berbagai penjuru kota dan perkampungan di Surabaya. Bagaimana kehidupan mereka sehari-hari?

"Ya beginilah mas. Setiap pagi setelah subuh saya patroli menyapu jalan di Jalan Kaca Piring. Setelah itu dilanjutkan dengan mengangkut sampah rumah warga di Sidomukti," kata seorang pasukan kuning, Supriyanto (33), saat berbincang-bincang dengan detikcom di Depo Sampah Jalan Simpang Dukuh, Jumat (6/6/2014).

Warga asal Lamongan ini mengaku tidak hafal sejak kapan dirnya bekerja membersihkan sampah. Meski bergelut dengan sampah yang dianggap orang jijik, Supriyanto dengan cekatan memindahkan sampah rumah tangga ke box warna hijau milik pemkot di depo sampah Simpang Dukuh.

"Ya dijalani saja mas," tutur bapak satu anak yang status pegawainya di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya sebagai tenaga honorer dan mendapatkan upah per bulan Rp 2,2 juta.

Meski sebagai 'pahlawan' pembersih sampah, nasib dan kesejahteraannya belum terjamin. Upah Rp 2,2 juta itu kotor dan belum digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, biaya berobat hingga biaya pendidikan anak semata wayangnya yang masih duduk di TK (taman kanak-kanak).

"Kalau sakit ya berobat biaya sendiri, tidak ada jaminan asuransi," ujarnya sambil menceritakan, tentang kepergian istri tercintanya selama-lamanya, karena terserang diabetes sejak Agustus tahun lalu.

"Pakai umum (biaya pengobatannya). Dan tidak ada bantuan dari kantor," tandasnya.

Ia tidak tahu langkah ke depannya seperti apa. Namun, dirinya tetap berusaha membersihkan sampah yang digeluti sejak masih membujang. Untuk menambah pemasokan, Supriyanto 'kerja sampingan' mengumpulkan sampah bekas yang bisa dijual kembali seperti kertas, hingga botol bekas.

"Setiap bulannya bisa Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu. Ya lumayan untuk tambahan setiap bulannya," tandas pria yang tinggal di dekat depo sampah Simpang Dukuh.

Nasib getir lannya juga dirasakan Soleh (40), pengangkut sampah di pemukiman kawasan Kanginan, Kecamatan Genteng. Upah yang diterima bapak dua anak ini dari pekerjaannya membuang sampah hanya Rp 500 ribu per bulan.

"Yang membayar dari warga kampung," kata Soleh.

Ia juga mengaku tidak hafal sejak kapan berkecimpung sebagai 'pasukan kuning'. Namun, pekerjaanya di tempat 'kotor dan bau' tersebut tetap dijalaninya.

"Rp 500 ribu ya nggak cukup. Tapi dibantu istri saya berjualan buah-buahan di Pasar Pacar Keling," ujarnya.

Dengan pendapatan yang kurang dari Rp 1 juta, Soleh tetap 'mencintai' pekerjaanya sebagai pengangkut sampah. Meski kadang kala saat sakit dengan mengeluarkan biaya pribadi dan tidak mendapat jaminan kesehatan.

"Ya mudah-mudahan kalau sakit dapat biayanya gratis. Tapi saya berdoa agar tetap diberi kesehatan," terangnya sambil menambahkan, pekerjaannya mengangkut sampah rumah tangga dijalaninya sejak pagi.

"Saya juga mengumpulkan botol-botol bekas. Ya lumayan per bulan kalau banyak botol bekasnya bisa sampai Rp 500 ribu," terangnya.

(roi/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.