Sertifikat Tanah Area Grand City Diduga Palsu

Sertifikat Tanah Area Grand City Diduga Palsu

- detikNews
Rabu, 21 Mei 2014 23:11 WIB
Surabaya - Lahan di area Grand City dipersoalkan Hj Nur Aini Binti Muhammad Al Maghribi. Sertifikat tanah yang saat ini berdiri bangunan Grand City diduga palsu. Alasannya, ahli waris Nur Aini tidak pernah menjualnya lahannya seluas hampir 5 hektar.

"Karena ini tanah orang tua saya, saya jadi berani menaruh plakat di sini. Kalau bukan milik saya, nggak mungkin saya berani. Saya bukan orang gila," ujar Nur Aini kepada wartawan di sela pemasangan plakat di sisi Jalan Melati, Rabu (21/5/2014).

Ia menerangkan kepemiliki lahan orang tuanya berdasarkan Eigendom Verponding No 6341. Sejak Tahun 2003, ahli waris mempertahankan kepemilikan lahan. Bahkan, sudah memberitahukan ke pihak Grand City, namun tidak ada respon, malah manancapkan paku bumi.

"Saya sudah mengurus puluhan tahun, karena saya punya hak. Rundingan juga sudah kita lakukan, cuma keterangan-keterangan bohong saja. Kadang mau mediasi, mau apa lah, capek saya," tutur istri salah satu kiai di Tanggul, Kabupaten Jember.

"Kalau surat saya palsu, pastilah saya ditolak dari Balai Harta Peninggalan (yang mengurus dokumen eigendom)," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum Nur Aini, Arius Sapulete menambahkan, terjadinya kasus pematokan (pemasangan plakat) ini dari awal tidak bisa menyalahin siapa-siapa. Yang bisa disalahkan adalah pejabat yang membuat sertifikat tanah.

"Yang bisa disalahkan adalah pejabat di BPN II. Karena kami lihat pada Tahun 1994 itu mengarang. Kenapa mengarang, karena nomor Eigendom Verponding No 6341 luasnya kurang lebih 47 ribu sekian ratus. Yang disertifikatkan sama dia itu, cuma 44.400 meter persegi, karena ngarang tadi luasnya," kata Arius.

Sertifikat tersebut pertama atas Nama PT Singa Barong Kencana pada 1994 dengan nomor sertifikat 671.672.673 dan 741. "Yang anehnya lagi, pada tahun yang sama sertifikat tersebut sudah atas nama PT HWG (Hardaya Widya Graha). Jadi luasnya sama, objeknya sama, tahunnya sama, cuma ganti nama saja," katanya sambil menambahkan, sertifikat tersebut dikeluarkan oleh BPN II dan dinilai aneh karena sertifikat tersebut dijelaskan, semua batasannya tembok dan tidak diketahui tembok tersebut atas miliknya siapa.

Ia menambahkan, pihaknya sudah beberapa kali ke kantor BPN II Surabaya untuk menanyakan kronologis tanah tersebut, namun tidak pernah dilayani dengan baik.

"Seharian kami menunggu sampai kantor tutup, kami nggak pernah dilayani dengan baik, nggak pernah ketemu dengan pimpinannya," cetusnya.

Sengketa ini sudah ditempuh dengan cara upaya hukum. Pada Tahun 2008 sudah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya. "Tapi tidak ada kejelesannya sampai hari ini," terangnya.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai apakah akan melayangkan gugatan, katanya, melihat kondisi ahli waris tidak yakin memiliki kemampuan untuk melakukan itu.

"Mereka hanya punya data, kebenaran, fakta yang ada pada mereka," tandasnya.

(roi/bdh)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.