Sanggar yang dikemas apik dan didesain tradisional oleh pengusaha perkebunan ini bak sebuah museum Using, suku di Banyuwangi.
Tatanan rumah dan benda-benda kuno di sanggar milik Setiawan Subekti (57) seperti menceritakan Kemiren pada masa 50 tahun lalu. 7 buah rumah tikel , ditata tak beraturan di lahan kurang lebih 7000 meter persegi tersebut.
Selain itu, ornamen kuno seperti bebatuan fosil, mesin ketik dan telepon kuno serta bermacam barang berusia lebih dari 50 tahun terpajang di masing-masing rumah kayu khas Using yang berada di sanggar itu.
"Suasana ini mirip Kemiren tempo dulu. Saya merasakan hidup di rumah kayu seperti ini," ujar Johadi Timbul, tokoh masyarakat Adat Kemiren kepada detikcom di Sanggar Genjah Arum, Kamis (15/5/2014).
Menurutnya, rumah tikel yang dikumpulkan oleh pemilik Sanggar Genjah Arum itu, juga merupakan rumah kuno. Sebagian sudah berusia hampir 100 tahunan.
Bahkan ada rumah yang usianya lebih dari 100 tahun yang ukurannya sangat besar yang biasanya digunakan untuk berkumpul dan pertunjukan kesenian di sanggar tersebut.
"Menurut pengakuan pemiliknya, rumah itu milik orang tua berusia 80 tahun, dan rumahnya tersebut sudah dihuninya selama itu. Dan itu peninggalan kakeknya. Berarti kan sudah ratusan tahun?” tambah pria yang biasa dipanggil Man Timbul itu.
Menurut Man Timbul, ada 4 macam bentuk khas adat rumah Banyuwangi, yakni crocogan, tikel/baresan, tikelbalung, dan serangan.
Bentuk bangunan rumah itu sendiri dibagi dalam tiga ruang, yakni mbyale (balai/serambi) yang biasa digunakan untuk menjamu tamu dan ngobrol santai dengan tetangga dekat.
Kemudian jerumah (ruang tengah dan kamar) adalah bagian rumah yang biasa digunakan sebagi tempat istirahat dan bercengkrama bersama keluarga, dan pawon (dapur) yang biasa digunakan ibu-ibu untuk memasak.
"Di sini semuanya lengkap. 4 jenis rumah itu ada di Sanggar Genjah Arum Kmeiren, dan rumah ini tahan gempa," tambahnya.
(gik/gik)