"Selain nyekar (ziarah) ke makam bapak saya, saya juga ingin melepas kangen di Surabaya," ujar wanita kelahiran Surabaya di sela kunjungannya di Ereveld, Jumat (22/11/2013).
Saat nyekar, perempuan lahir pada tanggal 16 Mei 1943, dan biasa disapa Tante Lien ini terlihat meneteskan air matanya di makam ayahnya Ir T.K.L van Dort. Ayah Tante Lien pada saat itu adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Candi, Sidoarjo, korban perang dengan Jepang.
"Saya sudah 20 kali ke sini (nyekar ke makam bapaknya)," katanya.
Nenek 70 tahun yang terlihat masih segar bugar ini, datang ke Surabaya bersama suaminya serta rombongan yang masih keturunan Indo-Belanda. Selain nyekar di Ereveld, rombongan yang disambut De Indo Club-Surabaya ini juga mencicipi makanan khas Indonesia seperti Tahu Tek, Nasi Goreng dan menu makanan lainnya.
"Saya suka tahu, tempe, tahu tek. Saya vegetarian. Kalau kue saya suka kelepon, kue lapis, nogosari, apem," tutur nenek 3 anak 5 cucu ini sambil tersenyum.
Ia mengakui, nasi goreng zaman dulu disukai oleh anak muda. "Nasi goreng enak ditambahi sedikit petis," jelasnya.
Wieteke sendiri dilahirkan di Rumah Sakit (RKZ) Jalan Diponegoro. Selain sempat tinggal di Candi Sidoarjo, Tante Lien juga pernah sekolah setingkat SD di kawasan Tegalsari.
Sejak usia 14 tahun, penyanyi yang sudah menelorkan 15 CD ini berpindah ke Belanda bersama ibunya (Soesman) asal Sidoarjo.
Soesman dimakamkan di Belanda, sedangkan bapaknya korban perang dimakamkan di Ereveld Kembang Kuning Surabaya.
(bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini