Massa memblokir jalan masuk menuju lokasi proyek dengan menggunakan mobil dan merantai pintu gerbang. Akibatnya ratusan pekerja lain tak bisa bekerja dan tertahan di luar.
"Tuntutan kita tidak muluk-muluk, kita hanya ingin penyaringan tenaga kerja diutamakan bagi warga lokal," kata Sabar, salah seorang warga dalam orasinya.
Menurut sabar aksi massa ini dipicu dengan banyaknya pekerja baru non lokal. Yang lebih membuat marah, mereka ternyata merupakan pekerja kasar yang seharusnya bisa diambil warga lokal.
"Banyak dari luar seperti Rembang, Surabaya, Trenggalek. Padahal ketika kita tanya ternyata sama baru lulus SMA," terangnya kepada detikcom.
Unjuk rasa pekerja kali ini bukan untuk mereka secara pribadi, melainkan memperjuangkan warga lain yang seharusnya memiliki peluang berkerja di proyek PLTU. "Kita perjuangkan warga yang belum bekerja di sini," imbuhnya.
Para pekerja lokal berharap penjaringan pekerja di proyek pembangunan PLTU mengutamakan warga lokal. Tuntutan mereka minimal 60 persen pekerja nantinya merupakan warga lokal, sedang lebihnya terserah manajemen.
"Yang mampu dikerjakan warga lokal ya jangan diberikan orang luar. Warga lokal harus diutamakan minimal 60 persen," minta pekerja yang merupakan warga asli Desa Rawasan Kecamatan Jenu.
"Warga lokal lima desa yang harus diutamakan, yaitu Desa wadung, Rawasan, Mentoso, Beji, dan Kaliuntu," tegasnya.
Setelah sempat berorasi selama 30 menit, perwakilan pekerja dan perangkat desa akhirnya ditemui manajemen pelaksana proyek PLTU. Hingga berita ini ditulis dialog antar pekerja, perangkat desa, dan manajemen masih berlangsung di dalam area proyek.
(fat/fat)











































