Ini Bukti Sejarah Surabaya Sebagai Kota Dagang

Ini Bukti Sejarah Surabaya Sebagai Kota Dagang

- detikNews
Jumat, 06 Sep 2013 10:07 WIB
Klenteng Hok An Kiong Surabaya/Norma Anggara
Surabaya - Seorang ulama Budha dalam perjalanan pulang dari India ke China mampir ke Surabaya sekitar tahun 413 Masehi. Ya Fa Hsien, dialah etnis China pertama yang mempromosikan Surabaya (saat itu bernama Hujung Galuh) dengan tanah yang subur, kaya hasil alam dan strategis sebagai pelabuhan dagang internasional di Jawa Besar (Great Sho-Po).

Cerita sejarah ini kemudian diperkuat adanya bangunan Klenteng Hok An Kiong di Jalan Coklat yang dibangun pada tahun 1830. Awalnya tempat ini hanyalah sebuah lokasi singgah pendatang dari Tiongkok. Mereka biasanya datang membawa serta patung Makcho, dewi pelindung para pelaut dan nelayan untuk disembahyangi.

"Lambat laun, klenteng ini dipugar menjadi tempat ibadah dan penghormatan kepada Makcho atau Ma Cou Po," kata seorang tour guide Surabaya Heritage Track, Jumat (6/9/2013).

Kawasan ini pun menjadi pemukiman masyarakat China pada tahun 1411. Termasuk Jalan Pecinan Kulon (Jalan Karet), Tepengkostraat (Jalan Coklat), Slompretan hingga Kembang Jepun.

Dalam jangka waktu 40 tahun (1813-1853) jumlah penduduk China di Surabaya meningkat dari 2.047 jiwa menjadi 4.480 jiwa atau naik sekitar 109 persen. Masyarakat China ini rata-rata bekerja sebagai pemborong, pedagang besar ekspor impor, pemilik toko, pembuat roti, tukang besi, tukang kayu, dan lain-lain.

Saat melaju menuju Jalan Karet, kita melewati bangunan Bank Mandiri di perempatan Jalan Pahlawan. Bangunan ini didirikan pada tahun 1935 oleh G C Citroen sebagai kantor perkebunan. Di Surabaya, G C Citroen juga membangun City Hall atau Balaikota Surabaya dan sebuah rumah di Jalan Kayoon.

Sebagai pusat perniagaan, perputaran uang di Surabaya kala itu sangatlah tinggi. Tak heran bila jumlah bank di kawasan Surabaya Utara cukup banyak. Termasuk Bank Mandiri Kembang Jepun yang dulunya dinamai Escompto Bank. Bangunan bank karya Marius J Hulswit arsitek asal Belanda ini memiliki gaya arsitektur mirip gedung de algemene.

"Di sini kita bisa melihat penampilan alat-alat perbankan di masa lampau," tutur tour-guide.

Juga eks De Javasche Bank yang dibangun 3 arsitek, Hulswit, Fermont dan Ed Cuyper pada tahun 1911-1912. Trio arsitek ini adalah arsitek spesialis membangun berbagai bank, kantor asuransi dan kantor dagang di Indonesia kala itu. Bangunan yang terletak di sudut Jalan Penjara (Werfsaat) dan Jalan Gadura (Schoolplein) ini pernah digunakan sebagai kantor Bank Pembangunan Daerah, namun sekarang tak dihuni.

(nrm/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.