Berbagai cara pun dilakukan pengrajin mensiasati agar tak kehilangan keuntungan. Dari mengurangi produksi dan ukuran tempe sampai beralih ke pembuatan kripik tempe.
"Sementara kita fokus buat keripik tempe, daripada tempe karena kedelai masih 10 ribu per kilonya," kata M Wicaksono salah satu pengrajin tempe Sanan, Kamis (5/9/2013).
Ia pun mendukung langkah Primkopti se-Jabodetabek yang melakukan mogok atas tingginya harga kedelai impor. "Agar cepat dapat perhatian pemerintah," ucapnya.
Nasib sama juga dialami Juliani, pengrajin tempe lain. Akibat kenaikan harga kedelai, produksinya terus menurun. "Seharinya biasanya sampai 35 kilo, sekarang hanya 20 kilo saja," tegasnya terpisah.
Para pengrajin tak berani menaikkan harga produksi, karena takut kehilangan pelanggan. Disisi lain, mereka harus menebus mahalnya harga bahan baku yang mengurangi keuntungan. "Kalau dinaikkan nanti pelanggan kami jadi kabur," tuturnya.
Bendahara Koperasi Primer Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Primkopti) Sanan Muhammad Isman, menuturkan, ketersediaan kedelai impor di koperasinya cukup banyak. Namun, harga tinggi hingga menyulitkan pengrajin tempe. "Stok banyak, tapi ya itu harganya 10 ribu per kg," paparnya.
(fat/fat)