Mahasiswa Unibraw Jual Ginjal Untuk Biaya Kuliah

Mahasiswa Unibraw Jual Ginjal Untuk Biaya Kuliah

- detikNews
Selasa, 20 Agu 2013 12:46 WIB
Malang - Tingginya biaya pendidikan memaksa sejumlah mahasiswa Universitas Brawijaya menawarkan ginjalnya. Organ tubuh itu diniatkan dijual agar bisa membayar biaya SPP.

"Ada lima rekan kami berniat menjual ginjalnya," kata Galih kepada detikcom disela aksi demo menuntut penurunan sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) di depan rektorat, Selasa (20/8/2013).

Galih, salah satu mahasiswa yang berencana menjual ginjalnya tersebut mengatakan, besarnya biaya pendidikan sangat membebani orang tuanya. "SPP mahal, pengajuan keringanan telah dihapus," ucap mahasiswa Fisip semester 5 ini.

Galih menambahkan, peminjaman uang kepada bank sesuai saran rektorat akan menambah beban baginya. Karena harus mengangsur hutang dengan nominal cukup besar.

"Daripada hutang di bank, mending jual ginjal saja," imbuhnya.

Koordinator aksi Nano, mengatakan, tak hanya Galih, sejumlah mahasiswa lain telah mengadu dan berniat akan menjual ginjalnya. Keputusan itu dikarenakan para mahasiswa harus melunasi biaya SPP yang pembayaran terakhirnya nya 23 Agustus 2013 mendatang.

"Jumlahnya variatif. Ada yang sampai harus membayar 43 juta," terang Nano.

Nano mengaku bersama Aliansi Mahasiswa Fisip Brawijaya (Ampibi) akan memperjuangkan agar para mahasiswa itu bisa mendapatkan penundaan pembayaran.

"Kami akan menduduki rektorat untuk bisa dapatkan penundaan," tegasnya.

Besarnya biaya SPP sendiri dijawab mahasiswa dengan melakukan demo. Aksi mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Fisip Brawijaya itu membawa poster dan spanduk mengecam mahalnya biaya pendidikan.

"Kami minta SK UKT direvisi oleh rektor," teriak mahasiswa.

Tepat di depan kantor rektorat, mahasiswa menggelar orasi. Pendemo menuding Universitas Brawijaya sudah mencederai tujuan utama pendidikan.

"Kampus justru berbalik menjadi industri atau perusahaan untuk memperoleh keuntungan," kata pendemo.

Contoh besarnya, lanjut pendemo, Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang merupakan kebijakan pemerintah pusat untuk mahasiswa miskin tidak berjalan tepat sasaran.

Hadirnya UKT malah membebani mahasiswa baru. Khususnya bagi orang tua tidak mampu. "Hanya bekerja sebagai satpam harus membayar SPP sebesar Rp 4 sampai Rp 7 juta," ujar Luthfil salah satu pendemo.

Ia menambahkan, kebijakan lain ikut digulirkan yakni permohonan penundaan pembayaran atau keringanan telah dihapus. Artinya, mahasiswa tetap membayar biaya pendidikan sesuai kebijakan rektorat.

"Dalihnya rektorat telah merugi milyaran rupiah, jika mahasiswa tidak punya uang diminta pinjam ke bank," imbuhnya.

Mahasiswa mengancam tetap bertahan agar bisa bertemu langsung dengan rektor.

Tujuannya, menyampaikan beberapa tuntutan, yaitu meminta rektorat merevisi kebijakan UKT, kedua memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengajukan keringanan biaya biaya SPP, perbaikan pelayanan pendidikan, dan transparasi anggaran kampus dan keterbukaan media.

Mahasiswa juga kecewa dengan Rektor Yogi Sugito yang justru plesir ke Hongkong ketika mahasiswanya tengah berjuang memenuhi biaya pendidikan.

"Yogi enak-enakan di Hongkong," sesal mahasiswa.

(iwd/iwd)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.