"Daripada tidak ada yang dimakan, lebih baik kami memakan yang ada," kata salah satu warga, Irfan, kepada detiksurabaya.com, Rabu (13/3/2013).
Irfan mengatakan, bekicot dan keong sawah biasa mereka cari di rerumputan dan ilalang yang tumbuh di sekitar tanggul. Hari ini mereka beruntung, 2 ember keong sawah cukup mengganjal perut mereka sebelum beraktivitas menjadi pemandu wisata lumpur.
"Makan bekicot dan keong sawah kami lakukan untuk makan pagi karena tak ada uang untuk membeli makanan," tambah Irfan.
Irfan menjelaskan, ada 5 gubuk berdinding ilalang yang didiami sekitar 30 warga korban lumpur. Dan semua penghuni gubuk beraktivitas menjadi pemandu wisata lumpur yang hasilnya sangat pas-pasan.
"Siang kami bekerja dan dapat uang. Tetapi uangnya langsung habis untuk makan malam. Uangnya lebih sering kami belikan mie. Kalau agak banyak, kami belikan nasi bungkus," ujar Irfan.
Bekicot dan keong sawah oleh warga biasanya dimasak oseng dengan campuran cabai, bawang merah, bawang putih dengan bumbu garam dan kecap. Kadangkala juga binatang berlendir itu hanya direbus. Dan kadangkala juga dibakar.
"Daripada tidak makan lebih baik makan kol untuk membantu perut agar tidak lapar," terang Irfan.
Irfan menerangkan, apa yang dilakukan warga korban lumpur yang berdiam di tanggul semata-mata agar Lapindo membuka mata. Penderitaan mereka adalah hasil dari perbuatan Lapindo yang sampai kini belum juga membayar ganti rugi mereka.
"Kami hanya ingin ganti rugi dibayar. Kami sudah tak punya apa-apa lagi. Jangankan mengontrak rumah, untuk makan saja susah," tandas Irfan.
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini