Peralatan tersebut dilengkapi lampu rotary dan sirine yang akan berbunyi ketika debit air sungai mencapai ketinggian maksimal atau mencapai level merah atau bahaya.
"Lampu rotary juga akan menyala hijau jika level siaga dan kuning ketika level mencapai waspada," kata Tri Hardjono kepada wartawan di kantornya Jalan Surabaya, Malang, Selasa (8/1/2013).
Humas Perum Jasa Tirta I berharap, dengan sistem peringatan dini ini dapat memudahkan masyarakat untuk mengetahui ketinggian aliran sungai Bengawan Solo. "Harapan kami alat itu bisa membantu peringatan dini kepada masyarakat," harapnya.
Selain early warning, sejumlah stasiun curah hujan akan dipasang telemetri dan automatic water level receiver (AWLR) untuk mengirim data curah hujan dan ketinggian permukaan air secara otomatis kepada Perum Jasa Tirta, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat serta Gubernur Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Data dikirim real time berupa pesan pendek dan surat elektronik. "Tujuannya untuk memudahkan mengambil keputusan termasuk apakah perlu lakukan evakuasi warga yang berada di sekitar bantaran sungai Bengawan Solo," imbuh Hardjono.
Kawasan di sepanjang sungai Bengawan Solo sering terjadi banjir karena tak banyak bendungan atau pintu air yang dapat menahan aliran sungai sepanjang 600 kilometer itu.
Selama ini, kata Hardjono, Waduk Gajahmungkur di Wonogiri dan Bendungan Colo di Sukoharo, Jawa Tengah menjadi pengedali debit air sungai melintasi di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur itu.
"Berbeda dengan sungai Brantas sepanjang 320 kilometer tapi memiliki 17 bendungan," pungkas Hardjono.
(ze/ze)











































