Hingga kini sudah ada beberapa ekor ternak milik warga yang dilaporkan mati akibat dimangsa predator ajag di kawasan tersebut. Namun, pihak Balai TN Baluran tidak bisa memberikan ganti rugi, karena wilayahnya termasuk area larangan menggembala.
"Kita sudah memasang beberapa papan larangan menggembala di kawasan ini. Tapi sebagian warga sekitar masih nekat menggembala ternaknya ke hutan. Jadi, ternak yang terlanjur dimangsa tidak ada ganti rugi," kata Kepala Divisi Perlindungan Hutan TN Baluran Situbondo, Resi Suworo kepada detiksurabaya.com, Sabtu (5/5/2012).
Keterangan yang diperoleh, sejauh ini sedikitnya ada 2 ekor sapi dan 1 kambing milik warga yang menjadi santapan predator jenis ajag di kawasan TN Baluran. Ternak-ternak itu dimangsa serombongan anjing hutan saat sedang digembala pemiliknya di kawasan hutan Baluran. Sang pemilik pun tak bisa berbuat apa-apa saat tahu ternaknya sudah mati dalam kondisi tercabik-cabik.
"Kebiasaan sebagian warga di sini menggembala ternaknya ke hutan tanpa dijaga atau dikawal. Jadi ternak dilepas begitu saja, baru kalau sore dijemput ke hutan. Meski dijaga ya tetap tidak boleh, karena ini kawasan larangan menggembala," timpal Nanang, anggota Polhut TN Baluran.
Hingga kini populasi predator jenis ajag di kawasan TN Baluran masih cukup banyak. Meski tidak terdata secara pasti, namun jumlahnya dipastikan mencapai ratusan ekor. Beberapa petugas TN Baluran sempat memergoki serombongan ajag, tiap rombongan bisa mencapai 200 hingga 400 ekor. Postur tubuh predator ajag tidak terlalu besar, namun banyaknya jumlah ajag membuat si mangsa tak bertahan lama.
"Saya pernah melihat rusa besar dimangsa ajag, tak sampai 5 menit sudah habis. Biasanya yang dimakan duluan itu kemaluan dan organ jantung. Mereka saling berebut untuk dapat santapan. Karena jumlahnya banyak jadi harus antri, yang sudah menyantap biasanya langsung digigit lalu ditarik oleh ajag di belakangnya. Terus begitu sampai makanannya habis," tugas Siswanto, petugas TN Baluran lainnya.
(bdh/bdh)