Tradisi okol biasa dilakukan pada saat musim kemarau berkepanjangan melanda. Seperti sekarang ini, kekeringan yang dibarengi paceklik air bersih terjadi hampir di wilayah Pamekasan dan kabupaten lainnya di Pulau Garam.
Tradisi okol telah dikenal puluhan tahun lalu. Bahkan kabarnya orang Madura telah mengenal tradisi okol jauh sebelum Indonesia merdeka.Tradisi okol merupakan warisan budaya leluhur masyarakat Madura. Salah satu desa yang mengelar okol adalah Desa Nylabu Laok, Kamis (29/10/2009) selepas adzan ashar.
Kepala Desa Nylabu Laok, Faturozi, mengatakan ada sejumlah aturan yang diberlakukan
dalam tradisi okol. Yang paling penting adalah peserta yang kalah dan pendukungnya tidak boleh memendam dendam kepada sang pemenang. Sebab, okol merupakan olah raga yang menjunjung spotivitas.
"Aturan lainnya, adalah, baik peserta maupun penonton tidak boleh berjudi," kata Faturozi
Peserta dinyatakan kalah jika punggungnya menyentuh tanah. Peserta tidak boleh memelihara kuku di kedua tangannya. Kuku tangan harus dipotong bersih sebelum bertanding. Panitia akan mengusir peserta berkuku panjang dari luar arena.
Arena okol berukuran bujur sangkar dengan lebar empat meter kali empat meter. Biasanya, garis pembatas ditandai dengan pagar betis penonton. Sebelum okol dimulai, dua orang wasit akan memberi pengarahan aturan main. Ketika pertandingan dimulai para peserta saling menerkam dan sama-sama ingin secepatnya membanting lawan.
Agar lebih meriah, panitia mengiringi peserta okol dengan kaset musik Saronen yang dipancarkan lewat pengeras suara. Meski hanya berhadiah sebungkus rokok dan kaos, namun seluruh peserta tampak puas setelah bermain.
Untuk meluapkan kegembiraan, sang pemenang langsung diangkat beramai-ramai. Masyarakat setempat menyakini setelah digelar tradisi ini, hujan akan turun membasahi bumi Madura.
(wln/wln)