Ini mereka lakukan agar tidak menganggu konsentrasi belajar anak-anak mereka.
Menurut Kepala Desa Sidomukti Tikno, aturan itu diberlakukan sejak tahun 2003 lalu. Dalam aturan yang dituangkan dalam Peraturan desa (Perdes) itu berisikan tentang wajib belajar dan jam wajib mati televisi (Wajarwamati). Televisi dimatikan mulai pukul 18.30-20.30 WIB setiap harinya.
"Peraturan itu sudah ada sejak tahun 2003. Aturan ini ternyata bisa meningkatkan mutu SDM warga kami dan memang terbukti anak-anak di sini pandai-pandai selalu juara di kelas," kata Tikno kepada detiksurabaya.com saat ditemui di kantornya, Jumat (28/8/2009).
Tikno menambahkan saat pertama dikeluarkan Perdes itu sempat terdapat pro dan kontra namun kemudian warga sepakat. Bagi warga yang kontra menilai kebijakan itu engganggu kebebasan karena tidak boleh melihat TV. Saat televisi dimatikan, warga dewasa membuat kerajinan anyaman capil dari bambu.
"Biasa ada yang pro dan kontra. Namun ketika ada keuntungan dari aturan itu warga kemudian bisa menerimanya," tuturnya.
Yati (28) salah satu warga RT 24 RW 4 mengatakan sangat senang dengan peraturan desa yang menganjurkan agar orang tua mematikan televisi. Banyak manfaat yang dirasakan oleh warga kata Yati. Prestasi anak-anaknya di sekolah meningkat cukup pesat.
"Kita senang dan kita semua sudah sepakat kalau melanggar sanksinya jadi gunjingan tetangga dan malu," ungkapnya kepada detiksurabaya.com.
Sementara jumlah penduduk Desa Sidomukti sebanyak 3.012 dengan jumlah 706 kepala keluarga. Tersebar di 24 RT dan 4 dusun. Desa itu pernah juara I administrasi desa tingkat nasional pada 2005 lalu. (wln/wln)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini