Kesimpulan tersebut diperoleh aparat kepolisian, setelah melakukan serangkaian penyelidikan serta dikuatkan dengan hasil sementara pemeriksaan oleh Tim Puslabfor Polda Jatim.
"Saat kejadian bus melaju dengan kecepatan antara 60-70 Km, dan itu jelas suatu kesalahan. Fakta ini kami dapatkan berdasar tidak adanya bekas rem di aspal terjadinya kecelakaan," kata Kapolresta Kediri AKBP Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi detiksurabaya.com di ruang kerjanya, Rabu (25/2/2009).
Dengan tidak adanya bekas rem di aspal jalan tempat terjadinya kecelakaan, sopir bus
dianggap bersikap ugal-ugalan. Menurut Dedi, sebagai seorang sopir semestinya dia
mengetahui apa yang harus dilakukannya ketika melintas di perlintasan kereta api.
"Ada dan tidak ada kereta api melintas, standarnya jika melintasi perlintasan kecepatan maksimal hanya 15 Km," ujar Dedi.
Mengenai kendaraan mana yang terlebih dahulu menabrak, hingga mengakibatkan benturan hebat, Dedi mengaku pihaknya sulit menyimpulkannya, karena terjadi dalam tempo yang sangat cepat. Namun berdasarkan bekas benturan yang ada di masing-masing kendaraan, sementara bus dianggap memulai terjadinya kecelakaan.
"Bagian depan kanan bus tampak bekas benturan, dan pada lokomotif ada di sisi kiri
depan. Dengan kondisi itu jelas jika bus yang menabrak kereta, bukan kereta yang
menabrak bus," jelas Dedi.
Atas dasar kesimpulan tersebut, sopir bus juga telah dinyatakan sebagai tersangka. Namun karena yang bersangkutan telah meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut, maka status tersangka dinyatakan gugur demi hukum.
Seperti diberitakan sebelumnya, Senin (23/2/20090) kecelakaan maut terjadi di perlintasan kereta api Jalan Brigjend Katamso, Kota Kediri. Bus Harapan Jaya terlibat tabrakan dengan Kereta Api rapi Dhoho, hingga mengakibatkan 7 korban tewas, serta belasan lainnya luka berat. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini