Mengolah Minyak Bumi dari Bukit Wonocolo Secara Tradisional

Mengolah Minyak Bumi dari Bukit Wonocolo Secara Tradisional

- detikNews
Jumat, 28 Nov 2008 02:35 WIB
Bojonegoro - Kawasan bebukitan yang dikepung hutan Jati di Desa Wonocolo Kecamatan Kedewan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dikenal sebagai ladang minyak bumi abadi.

Sejak ditinggalkan Belanda, ratusan sumur minyak di daerah setempat banyak bertebaran. Saat ini dari ratusan sumur, hanya puluhan saja yang masih aktif. Dan kawasan ini pun kemudian dikenal sebagai 'Blok Wonocolo'.

Sebagian dikelola oleh PT Pertamina di Kawengan dan yang lain dikelola oleh warga setempat secara berkelompak. Jarak sumur minyak yang dikelola tradisional dengan yang dikuasai Pertamina ini cukup dekat, sekitar 1 kilometer. Pusat sumur tradisional ini berada di perbatasan Bojonegoro dengan Cepu Jawa Tengah.

Misalnya saja Wawan dan Sugik ini mengelola 'Sumur Ratan 99' di Desa Wonocolo bersama belasan orang lainnya. Di sumur minyak yang lokasinya di tepi jalan ini setiap harinya bisa menghasilkan ratusan liter minyak hasil sulingan. Sumur minyak ini memang oleh warga ditambang secara tradisional.

Mereka memanfaatkan mesin diesel truk yang sudah tak terpakai. Dengan bantuan tali baja atau slink, sumur berkedalaman 100 meter pun ditambang. Yang keluar bukan langsung minyak jadi. Melainkan, minyak mentah yang disebut lantung yang mengalir deras bercampur air.

Lantung itu kemudian dpisahkan dari air. Kemudian di lokasi yang sudah disedikan semacam tandon mini itu dipakai untuk penampungan lantung. Setelah dipastikan terbebas dari air, lantung itu pun disuling dengan cara direbus. Lantung di tuang di dalam drum-drum hingga mendidih dalam waktu 3-7 jam.

Perebusan lantung di dalam drum yang ditutup itu pun menghasilkan uap panas. Dari hasil uapnya itulah kemudian menjadi bahan bakar siap pakai.

Meski tidak sesempurna produksi industri migas, namun minyak hasil sulingan warga desa itu bisa untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin diesel maupun minyak tanah. Bahkan, meski tak banyak kadang juga menjadi bensin.

Baik lantung maupun minyak hasil sulingan itu dijual para penambang ke pembeli yang sudah biasa menjadi pelanggan.

Selain itu ada pula yang dikirimnya ke sejumlah koperasi yang kemudian disalurkan ke Pertamina.Dari hasil penambangan ini minyak hasil sulingan dijual ke pengepul seharga Rp 3000-Rp4000/liter. Sementara minyak mentah atau biasa disebut lantung dijual Rp 350/liternya.

"Kita hanya bekerja saja. Yang bagian jual ada sendiri," kata Sugik kepada detiksurabaya.com, Kamis sore(27/11/2008). Menurut dia, setiap hari jika beruntung, kelompoknya bisa mendapat minyak sulingan hingga 5 drum (1100 liter).

Aktivitas penambangan tradisional ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan hasilnya bisa dinikmati warga sekitar. "Ya hasilnya kan dibagi dan untuk ongkos produksi sehari-hari," tambah Wawan yang sedang menuang minyak hasil sulingan ke dalam jeriken berkapasitas 35 liter.

Jeriken-jerikan yang sudah terisi itu kemudian diangkut oleh sejumlah orang untuk dikirim ke koperasi. Ada pula yang menjual ke pengepul lainnya. Uniknya di daerah setempat, meski minyak hasil sulingan bisa untuk bahan bakar diesel namun mereka menolaknya disebut solar.

"Kita sebut bakan bakar diesel. Kandungannya lebih kuat daripada solar," katanya. (gik/gik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.