Para perajin kini sudah kembali produksi dan pasarnya pun makin meluas hingga luar daerah. Kerajinan ini nyaris punah akibat bencana banjir yang menenggelamkan perkampungan perajin turun temurun awal 2008 lalu.
Kini setelah bangkit, jenis produksinya pun bergeser dari pembuatan genteng, mulai beralih memproduk beragam jenis vas dan pot bunga.
"Sepertinya kita kembali bisa hidup, karena permintaan gerabah jenis vas bunga dengan berbagai ukuran makin banyak," kata Sumiran (40), perajin gerabah setempat yang ditemui detiksurabaya.com, Senin (24/11/2008).
Berbeda dengan vas bunga, produk perajin lainnya. Vas bunga maupun berbagai karya seni gerabah dari Desa Ngadirejo, Rengel ini memiliki nilai lebih.
Bahan bakunya dari tanah liat tepi bengawan yang memiliki kelenturan bagus ketika diolah menjadi karya seni. Setelah terpola, kemudian diberi ukiran tangan dengan berbagai ornament. Mulai ukiran bunga, binarang hingga beragam seni ukir sesuai permintaan pembeli. Setelah itu, gerabah dibakar selama 24 jam.
Sementara vas bunga yang umum dijual di pasaran, berbahan baku olahan semen putih dicampur pasir. Dari sisi kehalusan, bahan semen kalah dengan gerabah.
Harganya pun relatif murah. Untuk mendapatkan satu karya seni gerabah, perajin memasang tarif minimal Rp 10.000 per unit hingga ratusan ribu. Besar kecilnya harga sesuai jenis dan ukuran yang diminta pemesan.
Menurut Sunoto, perajin gerabah setempat, pemasaran yang dilakukan sebenarnya masih tradisional. Di samping dipasarkan dengan cara dipikul keliling kota, mereka juga menitipkan di kios-kios bunga yang ada di wilayah Tuban dan Bojonegoro.
"Kemarin ada pembeli datang dari Bali, memesan vas bunga dan berbagai barang. Mereka juga meninggalkan foto untuk kita bikin sesuai permintaan," ungkapnya sambil menunjukkan sejumlah foto yang ditinggalkan pembeli dari Denpasar tersebut. (gik/gik)