10 desa itu yakni Desa Dukuhsari, Desa Jemiran, Desa Trompo, Desa Kedungcangkring. Desa Kupang, Desa Kalisodo, Desa Semambung, Desa Panggreh, Desa Kedungrejo dan Desa Kedungpandan.
Pengunjuk rasa yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak ini membawa sound system untuk membantu berorasi. Mereka berjalan kaki mulai dari Kecamatan Jabon menuju ke bekas Jalan Tol Sidoaro-Gempol, tepatnya di atas Jembatan Kali Porong.
"Warga menuntut secapatnya agar Kali Porong segera diupayakan menormalisasi yang saat ini mendekati musim hujan. Padahal saat musim kemarau permukaan air sudah mencapai kurang 2 meter dari bibir tanggul," kata koordinator aksi, M Thosim (40) warga Desa Dukuhsari Kecamatan Jabon kepada wartawan saat di lokasi, Rabu (10/9/2008).
Bila tidak secepatnya dilakukan normalisasi Kali Porong, air dikhawatirkan akan meluber ke selatan bantaran Kali Porong. Diperkirakan 10 desa akan terendam.
Pihaknya juga menuntut agar Lumpur Lapindo tidak dibuang ke Kali Porong. Sebab hingga saat ini Kali Porong yang sudah terendam lumpur berjarak kurang lebih 5 Km dari Desa Dukuhsari ke Desa Permisan.
Sementara menurut staf humas BPLS Ahmad Khusairi bahwa pihaknya akan secepatnya menormalisasikan Kali Porong. Sampai saat ini BPLS menyediakan 5 ponton eksavator untuk mengeruk lumpur.
Di saat yang bersamaan, ratusan warga Besuki Timur berunjukrasa di atas jembatan eks tol Porong-Gempol Km 41. Aksi warga ini menuntut agar kawasannya dimasukkan ke dalam peta terdampak dan menolak diskriminasi dari pemerintah.
Warga pun berhenti di atas Jembatan Besuki yang berada di Sisi Porong-Gempol hingga mengakibatkan jalur tertutup. Saat akan memblokir dan melarang pembuangan ke kali Porong, aparat telah disiagakan. (fat/fat)