Obyek wisata Teras Kaca Pantai Nguluran, Kalurahan Girikarto, Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul meluncurkan wahana baru yakni 'Ngopi in The Sky' atau ngopi di atas ketinggian kawasan pantai menggunakan gondola yang diangkat crane. Belakangan Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menutup wahana tersebut karena dirasa kurang aman.
Tawarkan sensasi ketinggian
CEO Teras Kaca Nur Nasution menjelaskan, bahwa ide 'Ngopi in The Sky' terinspirasi tempat ngopi yang ada di luar negeri dengan menawarkan sensasi di ketinggian. Terlebih, Teras Kaca memiliki pemandangan yang indah dan cocok untuk merealisasikan ide tersebut.
Secara teknis, untuk gondola sendiri, Nur mengaku memilih yang berbentuk limasan. Nantinya, gondola tersebut diangkat menggunakan crane agar berada di ketinggian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gondola sendiri dilengkapi kursi sebanyak 20 buah yang memutari meja dan di tengahnya ada ruang kosong untuk kru dan penyaji," ujar Nur kepada wartawan di Teras Kaca Gunungkidul, Minggu (2/1).
Ngopi di ketinggian 40 meter
Nur menyebut, saat mencapai ketinggian puncak sekitar 30 sampai 40 meter gondola dihentikan. Pada saat ini, pramusaji memberikan minuman pembuka dan crane lalu diputar ke sisi selatan lalu makanan dan minuman utama disajikan.
"Minuman inti serta biskuit disiapkan dalam nampan kecil. Nantinya pengunjung bebas memilih, kopi hitam, latte atau teh," ujar Nur.
"Ini pertama di Indonesia. Kami sebut Ngopi in the Sky atau ngopi di atas awan dan ini memang dibuat khusus di Gunungkidul," imbuhnya.
Dinilai berbahaya
Akan tetapi, wahana tersebut menjadi sorotan banyak kalangan terutama warga Yogya, salah satunya Roy Suryo. Roy menilai wahana ini berbahaya.
"Maaf, sebagai warga DI Yogyakarta, saya menilai wisata baru berjudul 'Ngopi in The Sky' ini berbahaya. Crane barang bukan untuk mengangkat orang-orang awam, apalagi wisata meski dengan double slink," ujar Roy Suryo, dalam pesan yang diterima detikcom.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini mempertanyakan keamanan dari wahana tersebut. Dengan menaiki wahana itu, pengunjung diajak ngopi-ngopi di ketinggian menggunakan crane.
"Sebelum terjadi kecelakaan dengan korban jiwa, sebab crane tersebut jelas-jelas peruntukannya untuk barang, bukan manusia. Bahkan pengoperasiannya pun seharusnya oleh teknisi dengan menggunakan APD yang sesuai. Ini digunakan untuk masyarakat biasa, bahkan wisata, bisa anak-anak. Safety-nya cuma seat belt di 20 kursinya dan double sling," ujarnya.
Lihat juga video 'Kecewanya Pengunjung TMII Tak Bisa Masuk Gegara Batasan Jam Operasional':
Selanjutnya: Menuai polemik, Dinpar Gunungkidul pun turun tangan
Dinpar Gunungkidul turun tangan
Karena menuai polemik dari berbagai kalangan, akhirnya Pemkab Gunungkidul melalui Dinas Pariwisata (Dispar) meninjau wahana tersebut. Dispar menyebut telah meminta pengelola melengkapi dokumen soal keamanan crane.
"Kami sudah ke lokasi dengan teman-teman perizinan, DPMPTSP, dan juga dari Disnakertrans kaitannya melihat kompetensi K3 (kesehatan dan keselamatan kerja)," kata Kepala Dispar Gunungkidul M. Arif Aldian kepada detikcom, Rabu (5/1).
Pihaknya juga telah menemui owner wahana tersebut. Menurutnya wahana itu belum buka namun masih uji coba dan hari Minggu (2/1/) merupakan soft launching.
"Itu kan memang belum buka, mereka bilang gitu. Hari minggu hanya soft launching," ucapnya.
"Tapi kami bilang agar perizinannya diproses dan juga yang paling penting adalah safety atau keamanannya, safety-nya ini harus ada adjusment dari pihak yang berkompeten untuk melakukan penilaian alat yang digunakan wahana tersebut," imbuh Arif.
Pasalnya, lanjut Arif, kegiatan pariwisata berhubungan erat dengan jaminan keamanan wisatawan. Karena itu pihaknya menyarankan pengelola untuk betul-betul memperhatikan aspek keamanan penggunaan crane.
"Bicara pariwisata juga bicara safety, karena itu kita sarankan ke pengelola untuk mengurus, memproses tentang crane-nya itu, terus perizinan keamanan sejauh mana kan harus ada rekomendasi dari pihak yang berkompeten untuk melakukan itu," katanya.
Pengelola jamin keamanan
Menanggapi hal tersebut, CEO Teras Kaca Nur Nasution mengaku wahana baru tersebut tetap aman. Pasalnya setelah 3 hari pemakaian pihaknya melakukan maintenance sling.
"Setelah tiga hari penggunaan slink kita lakukan maintenance," katanya kepada detikcom.
Selain itu, Nur kembali menjelaskan keamanan wahana baru yang diklaim sebagai pertama di Indonesia. Menurutnya crane pengangkat gondola sudah dilengkapi indikator beban digital.
"Bagaimana tidak amannya ya, kan 1 titik sling untuk mengangkat gondola itu 4 ton karena double dikali dua jadi totalnya 4 x 2 x 4 titik semua 32 ton, berat gondola cuma 3 ton. Jadi masih kelebihan banyak nggih, kemudian pemeriksaan rutin setiap hari untuk crane beserta fasilitasnya," ucapnya.
"Dan crane kami ada digital indikator beban jadi crane-nya sudah modern," lanjut Nur.
Nur juga menyebut hingga saat ini pihaknya masih dalam taraf uji coba wahana ngopi in the sky. Nantinya, jika semua aspek telah terpenuhi harga tiket untuk merasakan sensasi ngopi di atas ketinggian berubah.
"Untuk sementara uji coba saja dulu nggih. Kalau sudah lengkap dokumennya semua HTM-nya jadi Rp 1 juta nggih mas," imbuh Nur.
Pemda DIY memutuskan menutup wahana ini. Apa alasannya? Simak di halaman berikutnya..
Pemda akhirnya menutup
Namun, Pemda DIY akhirnya menutup Wahana Ngopi In The Sky, Kamis (6/1). Pasalnya setelah melihat sisi keamanan yaitu mobile crane yang digunakan diperuntukkan untuk mengangkut barang, bukan untuk mengangkut manusia.
Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mengungkapkan, meskipun ide dan kreativitas yang dilahirkan oleh pengelola sangat bagus. Namun, safety menjadi poin utama yang harus dipatuhi. Apabila tidak memenuhi persyaratan yang dibuktikan dengan terbitnya izin, maka wisata tersebut tidak bisa dilanjutkan.
"Informasi yang kami terima, penggunaan crane itu belum ada izin, penggunaannya tidak sesuai dengan spesifikasi barang itu tentu ini juga harus ada yang menjamin keselamatannya. Nah itu ya kita hentikan dulu sampai persyaratan-persyaratan terutama sertifikasi keselamatan pengunjung itu terjamin," kata Aji melalui keterangan tertulis Kamis (6/1).
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahadjo mengatakan, wahana ini memang dihentikan karena membahayakan wisatawan. Apalagi menurut Singgih, lokasi wahana yang berada di bibir pantai tentu sangat riskan.
"Penggunaan mobile crane yang tidak sebagaimana mestinya menjadi sorotan. Selain itu, posisi di tepi pantai tentu mengakibatkan tingkat korosi yang tinggi akibat angin laut yang membawa kadar garam yang tinggi. Oleh karenanya, CHSE pada pelaku wisata ini sangat penting untuk dikantongi lebih dahulu," katanya.
"Karena kalau terjadi kecelakaan akan menimbulkan multiplier effect yang luar biasa. Tidak hanya di tempat itu, tapi mungkin di tempat yang lain dampaknya, bahkan seluruh DIY," pungkasnya.