Geger Dijual Virtual, Begini Sejarah Alun-alun Lor Yogyakarta

Geger Dijual Virtual, Begini Sejarah Alun-alun Lor Yogyakarta

Andy Kurniawan - detikNews
Kamis, 06 Jan 2022 13:40 WIB
Media sosial ramai membicarakan penjualan virtual Alun-alun Utara Yogyakarta di situs nextearth.io. Bagaimana kondisi terkini di kawasan tersebut?
Alun-alun Lor Keraton Yogyakarta. (Foto: Pius Erlangga/detikcom)
Yogyakarta -

Alun-alun Utara Kota Yogyakarta, belakangan ramai diperbincangkan gegara dijual secara virtual di situs nextearth.io. Media sosial pun ramai membicarakan penjualan virtual ini.

Penjualan Alun-alun Lor (utara) ini salah satunya disoroti oleh akun Twitter @ridlwandjogja. Akun ini menampilkan postingan tangkapan layar ingin membeli Alun-alun Utara Yogya di metaverse. Namun ternyata lokasi tersebut sudah dimiliki oleh orang lain.

Dalam tangkapan layar tampak Alun-alun Utara Yogya dibanderol harga 254 USDT. USDT sendiri adalah mata uang digital alias crypto currency.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlepas dari geger berita jual belinya secara virtual, keberadaan dan sejarah alun-alun selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari tata ruang kerajaan-kerajaan di Indonesia. Konsep alun-alun ini bahkan kemudian diadopsi kota-kota di Indonesia, yang selalu menyediakan tempat publik yang luas di dekat pusat pemerintahan.

Alun-alun Utara diperkirakan dibangun sekitar tahun 1755 bersamaan dengan pendirian Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta sendiri berdiri sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti.

ADVERTISEMENT

Keraton Yogyakarta melalui situs resminya www.kratonjogja.id menerangkan, keraton maupun bangunan-bangunan pendukungnya ditempatkan pada sebuah rangkaian pola garis imajiner yang membentang lurus antara Tugu Golong Gilig dan Panggung Krapyak. Termasuk di antaranya dua alun-alun yang dimiliki oleh keraton, Alun-alun Selatan dan Alun-alun Utara.

Alun-alun Utara sendiri membentang seluas 300x300 meter persegi. Di tengahnya berdiri sepasang pohon beringin yang dinamai Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru.

Karena kondisinya yang diberi pagar berbentuk persegi. Warga sering menyebut dua pohon ini sebagai beringin kurung.

Pada sisi utara dan sisi selatan, berdiri juga sepasang pohon beringin. Beringin di utara bernama Kiai Wok dan Kiai Jenggot, sedang yang di selatan bernama Agung dan Binatur.

Pada masa lalu, Alun-alun Utara dikelilingi oleh pagar batu bata dan selokan. Air selokan ini dapat digunakan untuk menggenangi alun-alun saat dibutuhkan.

Di antara pohon beringin yang berjajar, terdapat Bangsal Pekapalan sebagai tempat berkumpulnya para bupati maupun pejabat yang lebih tinggi. Selain itu terdapat bangsal lain di pinggir alun-alun, yaitu Bangsal Pangurakan dan Bangsal Balemangu.

Selain sebagai tempat berlangsungnya acara-acara yang diadakan Keraton Yogyakarta, Alun-alun Utara juga menjadi tempat jika ada masyarakat yang ingin mengadukan persoalan kepada Sultan.

Rakyat yang merasa diperlakukan tidak adil akan berpakaian putih, duduk di bawah panas matahari (pepe) di tengah alun-alun hingga Sultan melihat dan memanggilnya.

Di masa sekarang, alun-alun tetap pada koridornya sebagai ruang publik. Alun-alun Utara kini ramai dikunjungi wisatawan. Wilayah sekitar Alun-alun Utara bahkan ramai menjadi kawasan kuliner.

Kembali soal dijualnya Alun-alun Utara secara virtual, media sosial ramai membicarakannya beberapa hari terakhir. Tak hanya Alun-alun Utara, tapi juga Kepatihan, dan Gedung Agung Yogyakarta dijual di situs nextearth.io. Pemerintah Daerah (Pemda) DIY akan melakukan kajian terhadap penjualan tersebut.

"Kalau sudah merugikan, tentu langkah hukum akan kita lakukan," kata Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji, ditemui di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Rabu (5/1).

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Mantan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY ini mengungkapkan, sampai saat ini belum ada dampak dari penjualan virtual tersebut. Ia pun berharap, warganet yang melihat hal tersebut tak perlu untuk merespon berlebihan.

"Saya kira masyarakat sudah bisa konfirmasi dengan diri sendiri. Apa iya alun-alun didol (dijual)," katanya.

Selain itu, Aji menegaskan, pihaknya baru akan merespons aktivitas virtual itu saat dampaknya sudah benar-benar merugikan. Sebab, saat ini penjualan virtual itu ia anggap belum merugikan.

"Belum ada efeknya," katanya.

Melalui keterangan tertulis, Kepala Bagian Humas Pemda DIY Ditya Nanaryo Aji menambahkan, jual beli secara virtual alun-alun hingga Gedung Agung merupakan klaim sepihak. Ditya menjelaskan, klaim tersebut sama sekali tidak memiliki hubungan apa pun dengan pemilik sah ketiga aset fisik tersebut.

"Tidak ada relevansi dengan kepemilikan sah aset fisik tersebut," tegasnya, Rabu (5/1).

Begitu pun dengan izin jual beli aset Keraton, Pemda DIY, maupun pemerintah pusat di Gedung Agung atau Istana Kepresidenan Yogyakarta ini. Dia menyatakan Pemda sama sekali tidak pernah bekerja sama dengan pihak mana pun.

"Pemda DIY tidak pernah bekerja sama, merekomendasikan, atau mengizinkan jual beli secara virtual terkait aset-aset apapun milik DIY," jelasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads