Tata rias pengantin Wahyu Merapi Pacul Goweng, ditetapkan pemerintah sebagai warisan budaya tak benda. Tata rias ini sudah ada semenjak jaman Pangeran Diponegoro.
"Tata rias pengantin Wahyu Merapi Pacul Goweng ini merupakan tata rias khas Boyolali," kata Humas Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati Boyolali, Amalia Mallika Sari, salah seorang perias pengantin dari Boyolali, Kamis (2/12/2021).
Menurut dia, tata rias model ini sudah ada sejak zaman Pangeran Diponegoro. Kemudian digali lagi oleh HARPI Melati Boyolali dan dibakukan pada tahun 2015.
Penamaan Pacul Goweng diambil dari kuluk atau topi mahkota pengantin pria, yang dulu digunakan oleh prajurit Pangeran Diponegoro untuk menikah di daerah Selo, Boyolali, yang berada di lereng Gunung Merapi.
"Untuk filosofi sendiri, sebetulnya terdapat pada kuluk pengantin kakung, yang dulu itu digunakan oleh prajurit dari Pangeran Diponegoro untuk menikah yang berada di daerah Selo. Maka dari itu dinamakan Wahyu Merapi Pacul Goweng karena dulu pertama digunakan di daerah Selo," jelas Amalia.
Dia menjelaskan ada sejumlah ciri khas dalam tata rias ini. Seperti pada cundhuk mentul yang dikenakan pengantin putri, yang merupakan keanekaragaman sumber daya alam di Boyolali. Ada matahari, pepaya, bunga mawar, tembakau dan sapi.
"Lalu untuk motif baju juga ada motif dari ikan lele yang merupakan khas Boyolali, Kampung Lele dan corak (kain) jarik Wahyu Merapi, dengan motif Gunung Merapi dan Merbabu," papar dia.
Kemudian pada corak paes (rias wajah) yang dinamakan panunggul Merapi-Merbabu dan diapit bunga kantil yang mirip kepala ikan lele.
Dalam rias ini juga ada pakem yang tidak boleh dihilangkan atau dimodifikasi. Seperti pada rangkaian bunga melati, cundhuk mentul harus berbentuk khas Boyolali. Kemudian periasan paes berwarna hijau kehitaman dengan list warna emas. Untuk eyeshadow warna juga hijau kehitaman dan lipstik warna merah jambu.
"Untuk modifikasinya baru diperbolehkan untuk baju, namun untuk periasan yang lain tidak diperbolehkan," imbuhnya.
Dia menyebut, untuk merias dengan model ini memang tak mudah. Butuh waktu minimal 3 jam untuk merias pengantin wanita dan 1 jam untuk pengantin pria.
Amalia juga mengaku ada sejumlah kesulitan untuk tata rias ini. Antara lain di bagian paes yang menggunakan dua warna. Kemudian pada sanggul memakai ukel tekuk samber lilin, di mana bentuknya hampir sama dengan ukel tekuk, namun di pinggirnya ada irisan daun pandan.
"Untuk di masyarakat sudah ada beberapa yang memakai. Tapi mungkin memang belum terlalu terekspos dan harapan kami dari HARPI Melati Boyolali, untuk masyarakat Boyolali, monggo silahkan yang mau menggunakan tata rias pengantin Wahyu Merapi Pacul Goweng akan kami berikan penghargaan dari HARPI Melati dan dari Kabupaten Boyolali sebagai pelestari budaya Boyolali," kata Amalia.
(sip/mbr)