Sultan HB X Buka-bukaan soal Danais, Bicara soal Kemiskinan-Desa Wisata

Sultan HB X Buka-bukaan soal Danais, Bicara soal Kemiskinan-Desa Wisata

Pradito Rida Pertana - detikNews
Rabu, 01 Des 2021 16:07 WIB
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X saat launching Desa Antikorupsi di Bantul, Rabu (1/12/2021).
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X saat launching Desa Antikorupsi di Bantul, Rabu (1/12/2021). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom)
Bantul -

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menyebut pemanfaatan Dana Keistimewaan (Danais) untuk kalurahan atau desa bisa menanggulangi masalah kemiskinan di DIY. Berikut ini pernyataan Sultan HB X.

"Cerita sedikit dengan kebijakan Pemda yang akan merealisasi bantuan Dana Keistimewaan untuk kalurahan-kalurahan di DIY," kata Sultan di sela-sela launching Kalurahan Panggungharjo sebagai Desa Antikorupsi di Kampung Mataraman, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Rabu (1/12/2021).

Khususnya untuk lurah di se-Kabupaten DIY, Sultan mengaku telah menyiapkan 20 model Danais untuk membantu mempercepat kalurahan-kalurahan agar bisa mandiri. Program tersebut adalah program kalurahan mandiri budaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada mungkin 10 program yang untuk bisa direalisasikan. Tapi harapan saya memang sengaja saya sampaikan di kesempatan ini supaya paling sedikit lurah dan perangkat desa di seluruh DIY paham," ucapnya.

Reformasi Birokrasi Kalurahan

Dalam perjalanannya nanti, Sultan menyebut akan menyusun reformasi birokrasi di tingkat kalurahan. Semua itu untuk menyamakan persepsi para perangkat kalurahan pada kebijakan yang ada.

ADVERTISEMENT

"Kami sedang menyusun reformasi birokrasi di desa, harapan saya bukan sistem reformasi ASN tapi lebih sederhana, tapi menyamakan persepsi para perangkat kalurahan pada kebijakan yang ada dan moral pertanggungjawaban dan pelaksanaan programnya," ujarnya.

"Sehingga dengan reformasi birokrasi itu jangan kaget kalau nanti ada pemilihan lurah harus menandatangani pakta integritas, misalnya gitu. Kami ingin bantuan dari Danais itu kita arahkan pada investasi, dalam arti bagaimana kalurahan bisa mengajukan program-program," sambung Sultan.

Berkaca dari pengalaman yang ada, lanjutnya, dahulu orang desa berasumsi bekerja di kota adalah paling memungkinkan daripada kerja di desa sebagai petani dan nelayan. Selain itu, ruang bekerja di desa relatif kecil sehingga para orang tua menjual sapi, kerbau hingga tanah dengan harapan agar anaknya bisa bekerja di kota.

"Tapi dari pengalaman jika ada gejolak ekonomi dan terakhir pandemi akhirnya sebagian masyarakat di kota kembali ke desa lagi. Sehingga yang ada di kota bisa melihat ada beberapa desa yang dijadikan model seperti Nglanggeran (Gunungkidul), Mangunan (Bantul) hingga Breksi (Sleman) adalah bantuan gubernur dan anak-anak muda karang taruna yang mengerjakan tapi tidak ada yang gagal," katanya.

"Terakhir kami membantu kawasan di Kaliurang (Sleman) untuk mengembalikan pariwisatanya sehingga masyarakat bisa jadi guide (pemandu wisata) hingga tukang parkir. Sehingga ada pilihan selain di sektor pertanian dan nelayan," lanjut Sultan.

Sehingga, kata Sultan, mau tidak mau dengan bekerja bisa mengurangi kemiskinan yang relatif di Yogyakarta, apalagi di masa pandemi ini, semakin tinggi. Terlebih selama ini Badan Pusat Statistik (BPS) selalu menyebut tingkat konsumsi masyarakat di DIY rendah.

"Karena kami selama ini selalu berdebat dengan BPS karena ada anomali, selalu dikatakan konsumsinya rendah. Ya memang harga makanan di Yogya rendah, UMR-nya pun juga rendah kalau dilakukan survei di pasar. Tapi kalau mau kos, mahal," ucapnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sultan juga menyoroti kebiasaan prihatin masyarakat Yogyakarta menjadi kualifikasi miskin oleh BPS. Sultan juga menceritakan bahwa pernah ikut melakukan survei bersama BPS dan mendapatkan jawaban yang cukup menggelitik dari salah seorang masyarakat.

"Pada waktu kami bersama BPS melakukan survei (pertanyaan saat survei) 'pak, bapak kalau mau makan itu kira-kira lauknya apa?' jawabnya 'kalau saya ya seadanya yang penting sapi saya sehat'," ujarnya.

"Ya kalau begini, ya karena masyarakat Yogyakarta biasa prihatin tidak makan itu biasa. Bukan sesuatu yang perlu dikualifikasikan menjadi miskin. Nah ini hal-hal seperti ini problematik. Sehingga bagi kami bagaimana desa ini tumbuh dengan potensi yang ada dan mereka yang mengerjakan sehingga bisa mengurangi kemiskinan yang ada," imbuh Sultan.

Cara Tangkis Kemiskinan di DIY dengan Peran Desa

Raja Keraton Yogyakarta ini mencontohkan bantuan kepada Desa Mangunan selama tiga tahun. Di mana hasilnya, kata Sultan, cukup mencengangkan dan harapannya bisa diadopsi desa-desa yang lain.

"Contoh yang spektakuler itu di Mangunan kami bantu tiga tahun anggaran. Kami coba satu-satunya desa yang punya cara (ibarat) BUMDes dengan Pemda, Pemda membantu hampir Rp 10 M, bisa tidak semua kami bantu tapi Pemda dapat share (bagian) 25% dan yang 75% BUMDes, itu tahun 2016, 2017 dan 2018," ujarnya.

"Tahun 2019 pertama kali kami menyelenggarakan RUPS (rapat umum pemegang saham) dan kami bersih dapat Rp 2,1 M, berarti di Mangunan peredaran uang Rp 10 M lebih. Untuk tahun 2019 berarti RUPS Rp 20 kami dapat Rp 4,3 M, berarti potensi di sana Rp 20 M lebih, berarti sebetulnya desa itu bisa tumbuh asal di-maintenance (dipelihara) dengan baik," imbuh Sultan.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Berkaca dari hal tersebut, Sultan menilai seluruh kalurahan di DIY bisa sejahtera jika tanah di desa-desa khususnya tanah kas statusnya menjadi Sultan Ground (SG). Mengingat kebijakan terdahulu untuk SG mewajibkan lima kualifikasi yang sangat memberi dampak positif bagi masyarakat kalurahan.

"Sebetulnya kebijakan dulu, di Yogyakarta itu kas desa itu milik Sultan Ground (SG), itu minimal ada lima kualifikasi. Untuk (tanah) pelungguh, pengarem-arem, ada untuk tambahan APBD (tanah kas desa), tanah bagi desa yang orangnya miskin tidak punya pekerjaan harus disediakan tanah oleh desa untuk mereka punya penghasilan," katanya.

Sedangkan kualifikasi yang kelima adalah jika di suatu desa tidak memiliki tanaman obat tradisional, maka lurah wajib menanam sebagian tanah kas desa untuk obat-obatan tradisional bagi kepentingan desa. Menurutnya, dengan cara itu tidak akan ada kemiskinan di desa-desa karena penyaluran Danais dapat membantu masyarakat dalam memanfaatkan kelima kualifikasi tersebut.

"Jadi sebetulnya kalau ini bisa kita tindaklanjuti, dimungkinkan seizin pemerintah pusat itu sebetulnya tidak ada orang miskin di desa. Itu sudah desain dari dulu sehingga hal-hal seperti ini mari kita bersama-sama para perangkat desa bagaimana punya komitmen tinggi untuk menyejahterakan masyarakatnya," ucapnya.

Halaman 2 dari 3
(rih/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads