Malaadministrasi, Pergub Larangan Demo di Malioboro Akan Direvisi

Malaadministrasi, Pergub Larangan Demo di Malioboro Akan Direvisi

Heri Susanto - detikNews
Rabu, 01 Des 2021 15:26 WIB
Suasana Malioboro yang mulai hari ini melakukan uji coba bebas kendaraan bermotor, Selasa (3/11/2020).
Suasana Malioboro saat uji coba bebas kendaraan bermotor, Selasa (3/11/2020). Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom
Yogyakarta -

Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan merevisi peraturan gubernur tentang larangan demonstrasi di kawasan Malioboro dan sekitarnya. Langkah ini menyusul hasil pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan DIY (ORI DIY) yang menyatakan ada malaadministrasi dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.

"Nanti kita akan lakukan beberapa perbaikan di situ, terutama kan di prosedurnya, bukan di materinya. Jadi yang berubah itu tidak banyak, tapi prosedurnya yang harus kita revisi, kan begitu rekomendasinya," kata Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Kemantren Danurejan, Yogyakarta, Rabu (1/12/2021).

Baskara Aji mengatakan revisi didasarkan pada Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) ORI DIY. Di dalam Pergub ini mengatur pelarangan aksi unjuk rasa di sejumlah tempat termasuk Malioboro. Seperti Pasal 5 ditulis, 'Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan di ruang terbuka untuk umum di daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali di kawasan: Istana Negara Gedung Agung; Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat; Keraton Kadipaten Pakualaman; Kotagede; dan Malioboro.'

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demonstrasi hanya bisa dilakukan pada radius 500 meter dari pagar atau titik terluar. Sementara di kawasan larangan tersebut terdapat sejumlah lembaga negara, seperti Gedung DPRD DIY dan Kantor Pemda DIY.

Aji mengatakan, Pemda DIY akan mengubah aturan radius demonstrasi menjadi 200 meter dari titik terluar lokasi-lokasi di atas. Begitu pula jalur menuju kantor Gubernur serta DPRD DIY akan lebih dipertegas.

ADVERTISEMENT

"Kemarin kan 500 (meter), mungkin ini akan lebih sempit lagi, 200 (meter). Kemudian jalur, untuk ke arah dewan dan Kepatihan lewat mana akan dipertegas," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, ORI DIY menyerahkan laporan hasil pemeriksaan dugaan malaadministrasi penerbitan peraturan gubernur tentang larangan demonstrasi di Kawasan Malioboro dan sekitarnya. Dalam laporan itu, ORI DIY memberikan beberapa catatan.

Kepala ORI Perwakilan DIY Budhi Masturi mengatakan ada dua hal yang awalnya diduga terjadi malaadministrasi. Pertama soal substansi dan kedua untuk proses pembentukan produk hukum.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Soal substansi, Budhi menyebut memang ada aturan yang memungkinkan pemerintah melakukan pembatasan di area cagar budaya. Kasus di DIY, area cagar budaya itu masuk dalam objek vital nasional.

"Setelah kita investigasi, secara substansi kami memang menemukan berbagai aturan yang memungkinkan pemerintah melakukan pembatasan di area cagar budaya manakala itu kemudian pada saat yang sama sebagai objek vital nasional," kata Budhi kepada wartawan di Kantor ORI Perwakilan DIY, Sleman, Kamis (21/10).

Akan tetapi, pada poin kedua soal proses penyusunan Pergub, ORI tidak melihat adanya pelibatan masyarakat. Hal ini lah yang kemudian menjadi perhatian khusus.

"Prosesnya ini yang memang di dalam tahapan perumusan Peraturan Gubernur kami tidak menemukan satu tahapan aktivitas yang melibatkan masyarakat. Itu yang perlu jadi perhatian," ungkapnya.

Padahal, dalam Permendagri No 120 Tahun 2018 menyebutkan bahwa masyarakat berhak menyampaikan masukan dalam proses perumusan peraturan kepala daerah.

"Artinya apa? Hak ini dilindungi oleh undang-undang. Harusnya karena masyarakat punya hak ini harus diberikan terlebih dahulu ditawarkan, ini ada hak kalian untuk memberi masukan, mau digunakan nggak. Nggak boleh diam-diam aja, apalagi diabaikan," urainya.

Menurut ORI DIY, hal ini luput dari perhatian Biro Hukum Pemda DIY. Yakni masyarakat tidak pernah dilibatkan untuk memberi masukan. Sehingga menurut ORI terjadi malaadministrasi dalam proses penyusunan Pergub.

"Nah itu yang kemudian luput dalam pencermatan kepala biro hukum. Kami melihat seperti itu sehingga sepatutnya itu diberikan kesempatan pertama masyarakat untuk memberikan masukan," ucapnya.

"Karena itu yang tidak dilakukan sehingga kami berkesimpulan bahwa hal ini telah terjadi malaadministrasi dalam bentuk tindakan tidak patut dalam proses itu," imbuhnya.

Halaman 3 dari 2
(rih/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads