7 Daftar Museum di Yogyakarta yang Wajib Dikunjungi, Cek Lur!

7 Daftar Museum di Yogyakarta yang Wajib Dikunjungi, Cek Lur!

Tim detikcom - detikNews
Senin, 29 Nov 2021 18:16 WIB
Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman Yogyakarta.
Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman Yogyakarta. (Foto: dok website Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta)
Yogyakarta -

Sebagai Kota Pendidikan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki beragam tempat yang kental dengan informasi ilmu dan budaya, salah satunya dalam bentuk museum. Ada belasan museum di Yogyakarta yang menyimpan kisahnya masing-masing.

Berikut ini sederet museum yang ada di kota gudeg berdasarkan data Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta:

Museum apa saja yang ada di Yogyakarta?

1. Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Sudirman

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan informasi yang dikutip dari website Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, kebudayaan.jogjakota.go.id, museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman beralamat di Jalan Bintaran Wetan No 3 Yogyakarta. Masih dalam laman tersebut, disampaikan Sasmitaloka merupakan bahasa Jawa, yang artinya tempat untuk mengenang atau mengingat.

Museum ini dikelola oleh TNI Angkatan Darat (AD) untuk mengenang jasa dan pengorbanan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Gedung lawas yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1890 ini juga pernah menjadi kediaman dinas resmi Panglima Jenderal Sudirman dan keluarganya pada 18 Desember 1945 sampai 19 Desember 1948.

ADVERTISEMENT

Saat itu Sudirman menjabat sebagai Panglima Tertinggi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Selanjutnya gedung itu menjadi Museum Pusat Angkatan Darat pada 17 Juni 1968 hingga akhirnya resmi menjadi Museum Sasmitaloka Panglima Besar (Pangsar) Jendral Sudirman pada 30 Agustus 1982.

Beragam koleksi museum ini terdiri dari patung-patung, senjata, piagam penghargaan,seragam dan replika tandu yang dipakai Jenderal Sudirman saat perang gerilya. Sejumlah koleksi dokumentasi mulai dari foto dan artikel media massa, hingga surat-surat sahabat dan kerabat juga bisa disaksikan di museum ini. Terutama beberapa surat ucapan bela sungkawa atas wafatnya Jenderal Sudirman pada 29 Januari 1950 di Rumah Peristirahatan Tentara Badakan, Magelang, Jawa Tengah.

Tak hanya itu, ada pula diorama yang menggambarkan perjuangan Jenderal Sudirman saat berperang gerilya dan diorama saat Jenderal Sudirman dirawat di RS Panti Rapih Yogyakarta.

2. Museum Monumen Pangeran Diponegoro Sasana Wiratama

Museum ini terletak di Jalan HOS Cokroaminoto TR III/430 Yogyakarta Dilansir website resmi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, kebudayaan.jogjakota.go.id, museum yang menyimpan koleksi peninggalan Pangeran Diponegoro ini dikelola oleh Yayasan Sasana Wiratama.

Museum ini menempati bangunan yang merupakan bekas kediaman Pangeran Diponegoro. Terdapat pula monumen yang dibangun menyatu dengan pendopo di tengah kompleks museum. Monumen itu berupa pahatan relief sepanjang 20 meter dengan tinggi 4 meter. Cerita yang disajikan dalam relief itu tentang keadaan Desa Tegalrejo, tempat tinggal Pangeran Diponegoro. Relief itu juga menggambarkan perang Diponegoro dan saat Pangeran Diponegoro ditangkap di Magelang.

Selanjutnya, di sisi barat monumen terdapat lukisan Pangeran Diponegoro. Sementara di sisi timur terdapat juga lukisan Pangeran Diponegoro yang sedang menunggu kuda hitam siap untuk berperang.

Sejumlah koleksi museum ini di antaranya senjata asli laskar Diponegoro seperti tombak, bandil atau martil baja, serta patrem, dan candrasa yang merupakan senjata laskar wanita.

Terdapat juga dua senjata yang konon keramat yang juga disimpan di museum ini yaitu sebuah keris dengan lekukan 21 seorang empu pada masa Kerajaan Majapahit serta sebuah pedang yang berasal dari Kerajaan Demak. Kedua senjata tersebut dipercaya dapat menolak bala.

Koleksi lainnya berupa peralatan rumah tangga yang terbuat dari kuningan, seperangkat alat gamelan milik Sri Sultan Hamengku Buwono II, meriam, dan batu comboran yang digunakan untuk tempat minum kuda. Salah satu koleksi unggulan museum ini adalah Tembok Jebol. Konon tembok berlubang tersebut dijebol oleh Pangeran Diponegoro dengan tangan kosong guna menghindari kepungan tentara Belanda.

3. Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama

Masih dilansir dari website Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, museum ini beralamat di Jalan Jendral Sudirman No 75 Yogyakarta. Museum ini menyajikan dokumentasi bakti prajurit TNI Angkatan Darat (AD).

Museum yang namanya memiliki arti pengabdian luhur ini digagas pada tahun 1956. Hingga akhirnya museum ini didirikan dan disahkan pada 8 September 1968.

Sempat berpindah beberapa kali, museum ini sempat berada di gedung kediaman Dinas Jenderal Sudirman. Seiring berjalannya waktu, gedung tersebut kemudian menjadi Museum Sasmitaloka, sementara Museum Dharma Wiratama dipindahkan ke Gedung Markas Korem dan diresmikan kembali pada 17 Juli 1982.

Ada ribuan koleksi yang disimpan di 20 ruang berbeda pada museum ini. Ruang-ruang tersebut antara lain Ruang Palagan yang memajang koleksi senjata dan perlengkapan yang digunakan saat 8 palagan besar di Indonesia, Ruang Panji-panji yang memajang koleksi bendera Kesatuan TNI AD untuk berbagai keperluan, Ruang Gamad yang memamerkan seragam TNI AD beserta atributnya, Ruang Tanda Jasa yang menampilkan beragam Bintang Jasa sebagai pengakuan dan penghargaan atas jasa para prajurit, dan lainnya.

Museum Sonobudoyo terletak di mana?

Simak profil lengkap Museum Sonobudoyo di halaman berikutnya...

4. Museum Sonobudoyo

Ada dua unit Museum Sonobudoyo yang masing-masing berada di Jalan Trikora No 6 dan Jalan Wijilan Ndalem Condrokiranan, Yogyakarta. Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta menyampaikan informasi, museum ini merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Museum Sonobudoyo berada di pusat kota yang strategis, di dalam lingkungan Pusat Budaya Yogyakarta. Bangunan Museum Sonobudoyo didesain oleh Ir Th Karsten berupa rumah joglo dengan arsitektur masjid keraton Kesepuhan Cirebon. Museum ini diresmikan pada tanggal 6 November 1935 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dengan ditandai Candrasengkala 'Kayu Winayang Ing Brahmana Budha'.

5. Museum Puro Pakualaman

Museum ini khusus menyajikan segala hal yang terkait dengan budaya dan sistem pemerintahan Kadipaten Pakualaman. Museum Puro Pakualaman menempati tiga ruang pameran tetap yang masing-masing berukuran 8x14 m di depan pendopo sayap timur kompleks Puro Pakualaman. Untuk memasuki komplek tersebut pengunjung harus melewati gerbang yang disebut Regol Wiworo Kusuma Winayang Reko yang berarti keselamatan keadilan dan kebebasan.

Koleksi yang disimpan di museum yang terletak di Jalan Sultan Agung ini antara lain naskah-naskah termasuk terjemahan perjanjian politik sebagai dasar berdirinya Kadipaten Pakualaman, foto-foto dokumentasi, serta peralatan dapur. Selain itu terdapat wisata kerajaan seperti Singgasana Sri Paku Alam I, payung kebesaran Songsong Bhara dan Songsong Tunggul Naga, tombak dan perisai yang digunakan dalam tarian Bondoyudho, serta busana kebesaran Raja-raja Pakualaman. Terdapat juga koleksi kereta kerajaan, di antaranya kereta bernama Kyai Roro Kumenyar dan Kyai Manek Koemolo yang digunakan untuk upacara penobatan Paku Alam yang baru.

6. Museum Dewantara Kirti Griya

Museum ini menyimpan kisah peninggalan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Terletak di Jalan Taman Siswa No 31, Yogyakarta, museum ini digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Dia menginginkan tanah yang pernah menjadi tempat tinggalnya itu dijadikan museum.

Awalnya bangunan dan tanah itu merupakan milik seorang wanita pengusaha tanah perkebunan Belanda yang dibeli oleh Ki Hadjar Dewantara, Ki Sudarminto, dan Ki Supratolo pada 14 Agustus 1934 seharga 3.000 Gulden. Bangunan itu kemudian menjadi kompleks perguruan Taman Siswa sekaligus tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara setelah dihibahkan kepada Yayasan Persatuan Tamansiswa pada tanggal 18 Agustus 1951.

Pada tanggal 3 November 1957, Ki Hadjar Dewantara berpindah tempat tinggal di Jalan Kusumanegara No 31 yang diberi nama Padepokan Ki Hadjar Dewantara. Museum Dewantara Kirti Griya diresmikan pada tanggal 2 Mei 1970 oleh Nyi Hadjar Dewantara.

Ada lebih lebih dari 3.000 koleksi di museum ini. Mulai dari perabot rumah tangga, naskah, foto, koran, buku, majalah dan surat-surat.

7. Museum Dr Yap Prawirohusodo

Museum mata ini terletak dalam kompleks RS Mata Dr Yap, Jalan Jl Cik Di Tiro, Kota Yogyakarta. Museum ini dirikan untuk mengenang jasa dari Dr Yap Hong Tjoen seorang ophthalmologist atau dokter spesialis mata yang terkenal sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda.

Dr Yap Hong Tjoen merupakan angkatan pertama pelajar Tionghoa yang bersekolah di Universitas Leiden Belanda dan lulus pada tahun 1919. Pada tahun 1922, Dr Yap kembali ke Yogyakarta dan mendirikan rumah sakit mata Prinses Juliana Gasthuls voor Ooglijders. Sosoknya dikenal sebagai dokter yang humanis dan berjiwa sosial tinggi.

Selain mendirikan rumah sakit, Dr Yap juga mendirikan Balai Mardi Wuto pada 12 September 1926. Balai Mardi Wuto adalah lembaga sosial yang fokus pada pembinaan tunanetra.

Dr Yap kemudian menyerahkan kepengurusan rumah sakit dan Balai Mardi Wuto kepada putranya dr Yap Kie Tiong yang sejak awal telah digadang-gadang untuk menjadi penerusnya. Museum Dr Yap diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono X pada tahun 1997. Sejumlah koleksi museum ini terdiri dari berbagai alat kesehatan yang pernah digunakan oleh rumah sakit dan barang-barang koleksi Dr Yap Hong Tjoen dan dr Yap Kie Tong seperti buku, alat elektronik, keramik, porselen, dan lukisan.

Halaman 2 dari 2
(sip/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads