Lokasi itu kini hanya berupa gerumbul yang dirimbuni pepohonan berduri dan semak. Namun warga sekitar lokasi mengenalnya sebagai lokasi penguburan massal para aktivis PKI yang yang diekskusi mati pasca-kegagalan aksi G30S.
Slamet (63) tak melihat sendiri eksekusi massal itu. Saat kejadian itu, pada tahun 1968, dia masih kanak-kanak. Dia saat itu hanya melihat banyak truk-truk moncong panjang berdatangan di desanya yang berada di pinggir hutan Tongtongan, Goprak, Juworo, Geyer, Grobogan.
"Waktu itu saya melihat truk hijau kepala truk moncong panjang warna hijau berderet-deret banyak sekali. Habis itu turun orang banyak, lalu saya dengar suara tembakan bertubi-tubi," kisah Slamet kepada detikcom di rumahnya, Kamis (30/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Slamet mengenang kala itu ayahnya pulang ke rumah pada sore hari dalam kondisi basah kuyup karena memang turun hujan deras. Rupanya ayahnya dan beberapa lelaki di kampung itu mendapat perintah untuk membantu menguburkan mayat-mayat yang dieksekusi pada hari ini.
"Bapak pulang kondisi tubuh basah dan tampak jelas ada bercak darah. Mungkin (terkena darah) waktu memposisikan mayat atau mengangkat mayat untuk dimasukkan ke dalam lubang," ujar dia.
Lokasi penguburan massal itu, hanya berjarak sekitar 500 meter dari rumah Slamet. Slamet menuturkan bahwa tak lama setelah peristiwa eksekusi dan penguburan massal itu, dia sempat diajak ayahnya mendatangi lokasi itu. Kepada Slamet, ayahnya menceritakan semua yang dia lihat dan lakukan pada saat kejadian.
Selanjutnya: mayat-mayat dibuang sembarangan...
Tonton juga Video: Saksi Mata Pembantaian Korban PKI di Geyer Grobogan